Ada 3 Langkah Jika Ingin Tunda Pemilu, Tapi Yakin? Bakal Ribet Banget!

Ada 3 Langkah Jika Ingin Tunda Pemilu, Tapi Yakin? Bakal Ribet Banget! Kredit Foto: Antara/Novrian Arbi

Direktur Soluli dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad menilai memang ada tiga langkah yang bisa diambil jika ingin menunda pelaksanaan Pemilu. Yakni amanedemen UUD 1945, Dekrit Presiden dan konvensi ketatanegaraan.

Namun demikian, Suparji mengingatkan bahwa langkah tersebut akan sulit ditempuh. Untuk melakukan amandemen, Suparji menegaskan bahwa UUD mengamanahkan harus diajukan 1/3 anggota MPR. 

"Dan sidang MPR harus dihadiri 2/3 anggota MPR, serta alasan perubahannya harus kuat dan jelas. Selain itu, amandemen harus disetuji 50% + 1 anggota MPR," katanya saat dikonfirmasi Populis.id pada Selasa (01/03/2022).

Baca Juga: Kenapa Sih Sejumlah Ketum Parpol Usul Pemilu 2024 Ditunda? Jangan-jangan...

Untuk mengeluarkan Dekrit, Presiden memang memungkinkan. Namun, mengeluarkan dekrit tak hanya mempertimbangkan aspek filosofis, yuridis dan sosiologis tapi juga politis. Artinya banyak aspek yang harus diperhatikan.

"Perlu ada keberanian dari Presiden Jokowi untuk mengeluarkan dekrit. Karena jika tidak mampu memberikan dalil yang kuat, dekrit justru akan berbalik pada dirinya sendiri," tuturnya.

Untuk langkah ketiga, langkah ini juga dianggap Suparji cukup ekstrem. Konvensi ketatanegaraan merupakan tindakan ketatanegaraan yang bersifat mendasar, yang dilakukan dalam menyelenggarakan aktivitas bernegara oleh alat-alat kelengkapan negara dan belum diatur dalam konstitusi. 

"Konvensi ketatanegaraan harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain preseden yang timbul beebrapa kali. Lalu preseden yang timbul karena sebab secara umum dapat diterima dan ketiga preseden itu karena kondisi politik yang ada. Konvensi ketatanegaraan tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa legitimasi jelas," ucapnya.

Baca Juga: Kemana Yang Kemarin Goreng Omongan Menag Yaqut? Ini Gus Nur Jelas-jelas Campuraduk Suara Azan dengan Gonggongan Anjing, Kok Malah Diam!

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, Suparji berkesimpulan penundaan pemilu akan sulit dilakukan. Memang, yang paling memungkinkan adalah Amandemen 1945. Hal ini dikarenakan mayoritas partai adalah pendukung presiden.

"Namun tak dapat dipungkiri bahwa sebuah aturan harus mendapat legitimasi di tengah masyarakat. Jika dipaksakan bisa terjadi pro dan kontra  melebihi penolakan terhadap UU Cipta Kerja dan RUU KUHP. Ini harus dipertimbangkan secara matang," pungkasnya.

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover