Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyampaikan tanggapan soal pernikahan beda agama yang belakangan ini menjadi viral.
Dia menekankan, pernikahan beda agama tidak sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Islam.
"Dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan pernikahan dinyatakan sah sesuai agama dan keyakinan mempelai. Demikian halnya dengan (Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang) Kompilasi Hukum Islam," kata dia, Rabu (9/3).
Baca Juga: Heboh! Nikah Beda Agama di Semarang, MUI: UU Telah Mengatur Bahwa…
Mu'ti melanjutkan, perkawinan campuran di dalam Undang-Undang Perkawinan adalah pernikahan mempelai yang berbeda warga negara, bukan yang berbeda agama.
Menurut dia, kemudian banyak pasangan yang menikah beda agama melakukannya di luar negeri. Setelah itu bukti administratif pernikahannya disahkan di Indonesia.
Karena itu, Mu'ti mengungkapkan, UU Perkawinan yang ada saat ini sebetulnya sudah jelas.
"Regulasi sudah jelas. Problemnya adalah penegakkan dalam pelaksanaannya," ujar guru besar ilmu pendidikan agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Dia juga menjelaskan, dalam hukum Islam sendiri, mayoritas ulama berpendapat bahwa pernikahan beda agama tidak sah. Alquran juga melarang Muslim menikah dengan orang-orang musyrik. Perdebatan kemudian terjadi ihwal pernikahan antara seorang Muslim dengan perempuan Ahli Kitab.
"Akan tetapi (para ulama) bersepakat bahwa perempuan Muslim tidak boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim," ungkapnya.
Lihat Sumber Artikel di Republika Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Republika.