Aktivis Indonesian Conference On Religion and Peace (ICRP) Ahmad Nurcholish mengungkapkan dasar hukum dibolehkannya pernikahan beda agama.
Ia mengatakan dalam spektrum Hak Asasi Manusia (HAM), pernikahan merupakan bagian dari hak sipil warga negara. Hak tersebut, kata dia, melekat dalam diri setiap orang dan tidak bisa diganggu gugat.
"Menikah itu kan bagian dari hak sipil warga negara kan. Ini masuk koridor hak internum ya, hak yang melekat dalam diri setiap orang dan tidak bisa diganggu gugat dan dikurangi," katanya dalam webinar Mengenal Lembaga Fasilitator Beda Agama yang diunggah akun Katolikan di YouTube, beberapa waktu lalu.
Nurcholish menjelaskan bahwa selama ini pernikahan beda agama dianggap tidak memiliki ruang di Indonesia lantaran adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dia memberi perhatian khusus terhadap UU tersebut, utamanya pada Pasal 2 Ayat 1 yang berbunyi, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu."
Menurutnya, timbul dua penafsiran dalam memahami Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 itu.
Baca Juga: Gegara Korlap Aksi PA 212 yang Salah Gerakan Salat, Ade Armando Minta Ini ke MUI
Baca Juga: Makjleb! MUI Kritik Keras ke BNPT soal Kriteria Penceramah Radikal, Ini Katanya
Masyarakat, kata dia, banyak yang memahami sebuah pernikahan hanya sah jika agamanya sama.
"Pengalaman di lapangan, ada dan semakin banyak agamawan di berbagai kalangan agama yang mau memfasilitasi mereka. Persoalannya ada di situ memang. Ada dua tafsir yang berbeda soal Undang-undang Perkawinan," ungkapnya.
Baca Juga: Viral Perempuan Berjilbab Nikah di Gereja, Kemenag Klarifikasi, Ternyata...
Selain UU Nomor 1 Tahun 1974, dia ternyata mengacu pada yurisprudensi hukum lain yang bisa dijadikan pijakan bagi dimungkinkannya pernikahan beda agama.
Dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) Reg. No. 1400K/Pdt/1986, kata Nurcholish, menyebutkan bahwa perbedaan agama tidak menghalangi dua insan untuk menikah.
Ia menegaskan Indonesia tidak mempunyai undang-undang yang mengatur soal pernikahan beda agama.
Menurutya, dalam UU Perkawinan yang diatur adalah pernikahan antar-warga negara.
Baca Juga: Viral Perempuan Berjilbab Nikah Beda Agama di Gereja, Ini Penjelasan Kemendagri
"Karena itu kemudian ada putusan MA dan undang-undang administrasi kependudukan yang secara implisit di sana disebutkan bahwa bagi pasangan menikah, sepanjang sudah ada pengesahan dari agamawan atau lembaga agama maka tugas negara ya mencatat mereka," jelasnya.
Lihat Sumber Artikel di JPNN.com Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan JPNN.com.