Apa Itu Populisme?

Apa Itu Populisme? Kredit Foto: Jirsak

Populisme adalah sebuah metode pendekatan politik yang bertujuan untuk menarik dukungan dari masyarakat yang merasa aspirasinya tidak didengar oleh pemerintah.

Dalam pandangan ilmu politik, populisme menggambarkan suatu kelompok masyarakat yang terbagi menjadi dua bagian, yakni “the pure people” (the good) dan “the corrupt elite” (the bad).

The pure people atau orang-orang murni ini digambarkan sebagai masyarakat yang dirugikan oleh para pemerintah yang korup (the corrupt elite).

Isu mengenai populisme muncul akibat meningkatnya rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap status quo. Status quo adalah sebuah kondisi yang bergerak statis dengan tidak terlihatnya perubahan, penambahan, dan perbaikan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Ketidakpuasan ini biasanya terjadi pada ketidakstabilan ekonomi atau berbagai bentuk hak dasar yang diabaikan oleh pemerintah.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Beneran Meroket, Buktinya Harta Presiden dan Menteri Naik di Tengah Covid-19,Saatnya Ngakak Guling-guling di Lantai

Kondisi itulah yang digunakan oleh para populis (para penganut populisme)  sebagai bentuk legitimasi untuk menyalahkan pemerintah yang telah mengabaikan hak-hak masyarakat.

Masyarakat yang tergabung dalam populisme biasanya memiliki seorang pemimpin yang kharismatik. Mereka sering membawakan narasi-narasi negatif mengenai permasalahan sosial ekonomi, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kriminalitas.

Seorang filsuf dan pakar politik asal Jerman Jan-Werner Müller, berpendapat bahwa inti dari seorang pemimpin populis adalah penolakan terhadap keberadaan pluralisme di masyarakat. 

Para pemimpin populis biasanya akan selalu mengeklaim bahwa dirinya adalah satu-satunya orang yang dapat mewakili aspirasinya di masyarakat luas. 

Mereka menganggap bahwa pemimpin dalam pemerintahan hanya sedang bersandiwara demi mendapatkan dukungan publik. 

Kondisi ini memang sangat menarik, karena jika pemimpin populis benar-benar berkomitmen secara moral mewakili masyarakat, maka aspirasi yang selama ini diabaikan dapat segera terwujud.

Akan tetapi, bahaya dari pemimpin tersebut adalah mereka dapat dengan mudah mengubah bentuk pemerintahan kearah yang lebih otoriter dengan mengecualikan orang-orang yang tidak dianggap menjadi bagian kelompoknya. 

Selanjutnya
Halaman

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover