Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan, 73 persen responden menilai ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua kali harus dipertahankan. Hanya 15 persen yang menilai ketentuan tersebut harus diubah.
"Ide menambah periode jabatan presiden bukanlah aspirasi yang umum di masyarakat," ujar Direktur Riset SMRC Deni Irvani dalam rilis hasil survei bertajuk Sikap Publik terhadap Penundaan Pemilu yang disiarkan kanal YouTube SMRC TV pada Jumat (1/4/2022).
Baca Juga: Apdesi Dukung Jokowi 3 Periode, Apa Motifnya?
Dalam survei tersebut, SMRC memberikan informasi kepada responden bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berlaku sampai sekarang menentukan masa jabatan presiden maksimal hanya dua kali, masing-masing selama lima tahun. Pertanyaannya, apakah ketentuan itu harus diubah atau harus dipertahankan.
Dia menjelaskan, dari 15 persen responden yang menilai ketentuan masa jabatan presiden harus diubah, mayoritasnya (60 persen atau sekitar 9 persen dari total populasi) ingin masa jabatan presiden hanya satu kali.
Responden yang ingin masa jabatan presiden lebih dari dua kali (masing-masing lima tahun) hanya 35 persen (sekitar 5 persen dari total populasi).
Menurut Deni, pendapat warga yang mayoritas ingin mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua kali ini konsisten dalam tiga kali survei (Mei 2021, September 2021, dan Maret 2022).
"Hanya sekitar 5 persen warga yang setuju dengan pandangan itu. Publik pada umumnya ingin seorang presiden hanya menjabat maksimal dua periode saja," kata dia.
Selain itu, mayoritas atau 78,9 persen responden menilai pemilu mendatang harus tetap dilaksanakan pada 2024 walaupun pandemi Covid-19 belum tentu akan berakhir dalam waktu dekat. Sedangkan, responden yang ingin pemilu ditunda hingga 2027 karena pandemi hanya 13,2 persen.
Lihat Sumber Artikel di Republika Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Republika.