Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, pihaknya menerima usulan pemerintah agar tak adanya tumpang tindih antara rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Karenanya, pemerkosaan dan aborsi tak dimasukkan ke dalam RUU TPKS.
"Pemerkosaan memang tidak dimasukkan karena penjelasan beliau (Wamenkumham) ada di RKUHP dan yang kedua aborsi itu ada di Undang-Undang Kesehatan," ujar Willy yang merupakan Ketua panitia kerja (Panja) RUU TPKS dikutip dari Republika, Senin (4/4/2022).
Baca Juga: PSI Ingin Pidana Perkosaan Tetap Masuk RUU TPKS, Ini Alasannya
Berdasarkan penjelasan pemerintah yang diwakili Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, perkosaan tak masuk ke dalam RUU TPKS karena sudah diatur di revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Diketahui, dalam Pasal 245 RKUHP dijelaskan, setiap orang yang melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, perkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, pidana ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidananya.
Baca Juga: Baleg DPR Bakal Bahas RUU TPKS Besok, Tergetkan Selesai 5 April
Sementara dalam Pasal 455 RKUHP, pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV adalah setiap orang yang mengancam dengan kekerasan secara terang-terangan dengan tenaga bersama yang dilakukan terhadap orang atau barang, suatu tindak pidana yang mengakibatkan bahaya bagi keamanan umum terhadap orang atau barang, dan perkosaan atau dengan perbuatan cabul. Kemudian, suatu tindak pidana terhadap nyawa orang, penganiayaan berat, dan pembakaran.
Sementara itu, aborsi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam 75 Ayat 1 UU Kesehatan dijelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
Baca Juga: Draft RUU TPKS, Korban Kekerasan Seksual Bakal Dapat Bantuan Dana
Namun, terdapat pengecualian untuk dua hal yang diatur dalam Pasal 75 Ayat 2 UU Kesehatan. Pertama adalah indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
"Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan," tertulis dalam poin kedua ihwal pengecualian melakukan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 Ayat 2.
Lihat Sumber Artikel di Republika Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Republika.