Sinyal kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) atau gas melon, yang selama ini disubsidi Pemerintah kian santer. Wacana ini seiring dengan kian mahalnya harga minyak dan gas di pasar global.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, kenaikan harga minyak dunia saat ini memang menambah beban subsidi negara, baik itu subsidi listrik, LPG maupun beban kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Tapi, Pemerintah tetap harus memberi napas kepada masyarakat untuk meningkatkan perekonomian mereka sebelum menaikkan harga,” kata Mamit kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Karena itu, lanjut Mamit, Pemerintah bisa mengalokasikan windfall yang didapatkan dari kenaikan harga komoditas untuk menambal beban subsidi. Ke depan, salah satu upaya agar LPG tidak jebol, yakni dengan melakukan subsidi tertutup.
“Jadi, tidak lagi subsidi kepada barang tapi kepada orang. Harus ada peraturan jelas terkait siapa saja yang berhak menggunakan,” usul Mamit.
Baca Juga: Di Hadapan Puan Maharani, Cak Nun: PDI Sudah Tidak Tepat Berjuang Lagi
Dengan makin berkembangnya informasi teknologi saat ini, lanjut Mamit, subsidi tertutup akan menjadi lebih mudah lagi ke ke depannya.
Dia mencontohkan aplikasi MyPertamina, bisa menjadi salah satu solusi untuk membuat ekosistem subsidi LPG 3 kilogram menjadi tepat sasaran.
Peneliti di Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan, suka tidak suka kenaikan harga minyak global akibat perang Rusia-Ukraina, akan membuat Pertamina menaikkan harga Pertalite dan LPG.
Jika melihat komposisi LPG, mayoritas berasal dari impor, sehingga imbas kenaikan harga internasional langsung dirasakan oleh Pertamina.
Ferdy berpendapat, idealnya harga LPG naik Rp 1.000-Rp 2.000 per kg agar tidak terlalu membebani dompet masyarakat.
Dia juga mengingatkan, jangan sampai karena kenaikan harga, malah terjadi kelangkaan seperti yang menimpa pada minyak goreng.
Sedangkan untuk Pertalite, dia menilai harga idealnya naik ke kisaran Rp 12 ribuan per liter. Dengan demikian, gap antara Pertalite dan Pertamax yang tak terlalu jauh, tidak mendorong migrasi konsumsi berkepanjangan.
Ferdy berharap, harga Pertalite tak dinaikkan ke level yang terlalu jauh seperti swasta di kisaran Rp 16 ribu-Rp 17 ribuan per liter.
“Untuk Rp 500-Rp 1.000 saja sudah banyak yang pindah, apalagi kalau gap-nya terlalu jauh,” kata dia.
Inflasi Naik
Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, jika harga gas melon dan Pertalite naik, inflasi bisa menembus 5 persen.
“Daya beli masyarakat langsung anjlok, karena mereka mengurangi konsumsi barang. Seperti menunda pembelian barang elektronik, otomotif, pakaian jadi dan kebutuhan lain,” kata Bhima, kemarin.
Seperti diketahui, sinyal kenaikan harga gas melon sebelumnya disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut menyebut, setelah BBM jenis Pertamax, harga gas melon 3 kilogram juga akan mengalami kenaikan.
“Overall (secara keseluruhan) yang akan terjadi nanti, Pertamax, Pertalite (naik). Premium belum. Ya, semua akan naik,” ungkap Luhut ketika meninjau Depo LRT Jabodebek di Jatimulya, Bekasi Timur, Jumat (1/4).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga memberi sinyal yang sama.
“Betul,” kata Arifin, saat ditanya wartawan soal harga LPG berpotensi naik akibat invasi Rusia ke Ukraina, saat meninjau ketersediaan BBM di SPBU di Medan, Sabtu (9/4).
Arifin menjelaskan, gas melon yang disubsidi Pemerintah harus mengalami kenaikan harga jual. Salah satunya karena dipengaruhi invasi Rusia ke Ukraina.
Bahkan, Arifin meminta pihak yang terkait dengan distribusi gas melon bersiap-siap melakukan antisipasi terjadinya pengoplosan saat harga naik.
Dia berharap, semua pihak sadar tentang pentingnya pencegahan pengoplosan ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah akan mengkaji lebih lanjut terkait wacana kenaikan harga komoditas tersebut.
Airlangga menuturkan, pengkajian diperlukan karena BBM jenis Pertalite dan gas melon merupakan komoditas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dibanding barang sejenis lainnya.
“Sesudah kita kaji, kita akan umumkan. Tapi saat ini belum,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/4). Baca Juga: Beredar Meme Dituduh Jadi Otak Demo Mahasiswa 11 April, Gatot Nurmantyo: Kalau Ditangkap Itu Resiko...
Lihat Sumber Artikel di Rakyat Merdeka Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Rakyat Merdeka.