Anggaran Pemilu 2024 yang kemungkinan disetujui diperkirakan jauh di bawah usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp 76,6 triliun.
Hal itu diungkapkan oleh mantan anggota KPU periode 2017-2022 Arief Budiman. Namun, dia enggan menyebut angka kisaran pastinya.
"Sudah dilakukan pembicaraan dengan staf teknis lah, masif staf teknis, dilakukan diskusi termasuk dengan Kementerian Keuangan. Secara internal kami juga sudah melakukan pembahasan lagi, tapi memang belum dipublikasikan dan angkanya di bawah Rp 76 triliun," ujar Arief, dalam diskusi daring bertajuk Persiapan Pemilu: Penyelenggara Baru, Masalah Lama, Selasa (19/4/2022).
Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, Parpol Islam Harus Antisipasi Politik Identitas
"Saya tentu saja tidak berani mempublikasikan angka itu karena nanti biar teman-teman KPU yang baru. Tapi angkanya sudah jauh di bawah Rp 76 triliun," tambahnya.
Begitu juga dengan anggaran Pilkada Serentak 2024 yang usulannya mencapai Rp 26,2 triliun untuk 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Menurut dia, berdasarkan monitoring dan supervisi kepada KPU daerah, total angka yang disetujui akan jauh lebih kecil dari Rp 26,2 triliun.
"Cuma ini perlu dilakukan monitoring dan supervisi lagi. Karena saya kemarin baru sempat melakukan monitoring di dua provinsi beserta beberapa kabupaten-kotanya," kata dia.
Baca Juga: Komisi II Setuju Anggaran Tahapan Pemilu 2022 Dipangkas Jadi Rp8 Triliun
Dia mendorong anggota KPU periode 2022-2027 segera melakukan pembaruan data kebutuhan anggaran, baik untuk pemilu maupun pilkada. Sampai saat ini, pemerintah dan DPR belum menyetujui usulan anggaran Pemilu 2024 yang diajukan KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Dalam rapat bersama Komisi II DPR pada Rabu (13/4) lalu juga gagal membahas anggaran pemilu. Pada awalnya, KPU mengajukan anggaran sebesar Rp 86 triliun. Namun, pemerintah meminta KPU melakukan efisiensi dan akhirnya dipangkas menjadi Rp 76,6 triliun.
Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kembali meminta KPU melakukan efisiensi. Alasannya, kata Tito, pemerintah masih harus menghadapi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan juga banyak proyek strategis nasional lainnya, seperti pemekaran Papua.
Lihat Sumber Artikel di Republika Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Republika.