Lembaga Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengungkapkan hasil survei bedah politik yang bertema “Prabowo-Puan vs Ganjar-Airlangga atau Anies-AHY?” ditayangkan di kanal YouTube SMRC TV, Kamis (21/4).
Baca Juga: Begini Respons Wapres Saat Namanya Dijadikan Alasan Cak Imin Buat Tunda Pemilu
Survei ini dilakukan pada 1220 responden yang dipilih secara acak dengan metode stratified multistage random sampling terhadap warga negara Indonesia yang sudah memiliki hak pilih, yakni mereka yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah.
Responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1027 atau 84%. Sebanyak 1027 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,12% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling). Wawancara tatap muka dilakukan pada 13 - 20 Maret 2022.
PEMILIH UMUMNYA BERORIENTASI POLITIK KEBANGSAAN, BUKAN POLITIK ISLAM
Dalam presentasinya, Saiful menjelaskan dalam skala 0-10, jika makin mendekati 0 maka masyarakat lebih cenderung ke politik kebangsaan. Jika 10 maka masyarakat cenderung ke politik islam. Masyarakat Indonesia memberikan skor 4,62. Itu tandanya bahwa sebagian besar pemilih di Indonesia lebih cenderung ke nasionalis atau politik kebangsaan.
“Secara nasional, pemilih Indonesia, dalam spektrum Islam dan nasionalis, cenderung ke nasionalis,” ucap Saiful.
BILA 3 PASANG, PEMILIH PRESIDEN KEMUNGKINAN DUA PUTARAN
Saiful menjelaskan secara statistik suara Anies Baswedan – Agus Harimurti Yudhoyono, Ganjar Pranowo – Airlangga Hartarto, dan Parbowo Subianto – Puan Maharani tidak berbeda jauh. Anies-AHY mendapatkan 29,8 persen suara, Ganjar-Airlangga 28,5 persen, dan Prabowo-Puan memeroleh 27,5 persen. 14,3 masih belum tahu jawabannya. Melihat hasil statistik tersebut hasilnya seimbang.
Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta ini mengatakan ada 6 faktor yang dapat mempengaruhi partai politik bisa berkoalisi dan mendukung satu pasangan.
1. Kesamaan ideologi (partai yang lebih nasionalis atau kebangsaan, partai yang lebih bemrmacam-macam identitas).
2. Komunikasi elit. Komunikasi elit sangat menentukan.
3. Adanya tiga partai besar yang sangat berpengaruh untuk menjadi atau menarik poros koalisi.
4. Intensitas harus menjadi calon presiden.
5. Elektabilitas bakal calon.
6. Ormas Nahdlatul Ulama (NU). “NU juga ikut berpengaruh, setidak-tidaknya untuk calon wakil presiden,” ucap Saiful.