Dari data transaksi perdagangan pangan Indonesia yang ditampilkannya, neraca perdagangan RI defisit 2,3 miliar dolar AS pada 2019. Setahun kemudian, di era Covid-19 defisit tercatat membaik menjadi 900 juta dolar AS. Namun, tahun lalu defisit kembali memburuk menjadi 2,6 miliar dolar AS.
Berbagai pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia memang masih diimpor, misalnya bawang merah, bawang putih, daging sapi dan kerbau, kedelai, dan lainnya.
Sementara, Cendekiawan Nahdatul Ulama (NU) Nadirsyah Husen alias Gus Nadir menyindir Jokowi yang terus mengeluh. Kata dia, sebagai seorang presiden seharusnya Jokowi jangan mengeluh melulu seperti pengamat.
“Biar kami saja yang komen kayak gini. Bapak tinggal mengeksekusi gagasan sesuai fungsi sebagai kepala pemerintahan. Mosok mau diborong jadi pengamat juga,” sindir Gus Nadir.
Dosen Fakultas Pertanian UGM, Subejo mengatakan, wajar kalau jagung dan kedelai masih impor. Soalnya produksi nasional belum mencukupi. Merujuk data BPS 2019, kebutuhan kedelai nasional sebesar 3,4-3,6 juta ton per tahun. Sementara kapasitas produksi kedelai paling tinggi hanya mendekati 1 juta ton.
Kata dia, selama ini harga kedelai lokal kurang atraktif bagi petani sehingga budi daya kedelai tidak menjadi prioritas. Meski begitu, dia sangat berharap program insentif dari pemerintah untuk mendorong minat petani mengembangkan komoditas kedelai sehingga kapasitas produksi nasional meningkat.
“Program insentif ini sangat diperlukan dan dapat dikembangkan melalui pemberian subsidi harga, subsidi sarana produksi, pengadaan alat mesin dan introduksi tata niaga kedelai yang baik dan efisien serta penyuluhan dan pendampingan petani yang efektif.
Lihat Sumber Artikel di Rakyat Merdeka Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Rakyat Merdeka.