Kepala Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengatakan pengangkatan lima penjabat gubernur oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tidak dilakukan secara transparan dan partisipatif.
Menurut Egi, publik sama sekali tidak dilibatkan dalam pelantikan tersebut.
Dia mengatakan publik tidak tahu profil lima penjabat hingga mereka tiba-tiba dilantik.
"Padahal, publik mestinya diberikan informasi yang jelas mengenai prosesnya," ujar Egi dikutip dari GenPI.co, Kamis (12/5).
Baca Juga: Mendagri Larang Empat Hal Ini Dilakukan Pj Gubernur Saat Menjabat
Egi juga menyoroti tidak adanya informasi mengenai rekam jejak, kapasitas, integritas, dan potensi konflik kepentingan yang dimiliki para penjabat kepala daerah yang dilantik.
Menurutnya, dengan adanya proses yang tidak transparan, partisipatif, dan akuntabel, potensi terjadinya praktik korupsi akan makin terbuka lebar.
"Misalnya, jika calon yang diangkat tersebut tidak punya kapasitas dan integritas, hampir dapat dipastikan daerah yang akan dipimpin nantinya bermasalah," ungkapnya.
Di sisi lain, Egi juga menyebut penting bagi Kemendagri membuka informasi mengenai afiliasi para calon penjabat kepala daerah dengan pebisnis, politisi, atau pihak lain yang memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung.
"Hal itu penting agar publik dapat mengawasi potensi konflik kepentingan yang mereka miliki," tuturnya.
Egi mengingatkan konflik kepentingan merupakan salah satu pintu masuk korupsi.
Seperti diketahui, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian resmi melantik lima penjabat gubernur pada Kamis (12/5).
Lima penjabat gubernur tersebut akan bertugas di Provinsi Papua Barat, Gorontalo, Banten, Bangka Belitung, dan Sulawesi Barat.
Pelantikan penjabat gubernur di lima provinsi tersebut dilakukan agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan hingga Pilkada Serentak 2024 digelar.
Lihat Sumber Artikel di GenPI Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan GenPI.