“Penolakan mereka dapat dipahami, karena selain mengusik nilai kesusilaan masyarakat, perilaku penyimpangan seksual juga membawa ancaman serius dari sisi kesehatan berupa risiko penularan infeksi menular seperti HIV/AIDS,” tandas politisi PKS itu.
Bukhori mengatakan propaganda LGBT yang masif belakangan ini kian membuktikan bahwa alasan sikap keberatan F-PKS terhadap pengesahan RUU TPKS yang kini menjadi UU TPKS menjadi sangat masuk akal. Padahal sejak awal F-PKS bersikeras memasukan norma yang mengatur tentang perilaku seksual berbasis penyimpangan dalam RUU TPKS untuk mengatasi kekosongan hukum terkait isu penyimpangan seksual.
“Namun sangat disayangkan itikad baik kami untuk merumuskan RUU TPKS yang komprehensif, yang tidak hanya mengatur tentang perilaku seksual berbasis kekerasan, melainkan juga yang berbasis kebebasan (zina) dan penyimpangan tidak diakomodasi,” ungkapnya.
Baca Juga: Cetar! Ceramah UAS Nyentuh di Hati Ribuan Orang Sampai Emak-emak Nangis: Tangisin Aja Dibanding...
Meskipun begitu, lanjut Bukhori, pemerintah dan DPR sebenarnya memiliki opsi lain yang masih terbuka untuk mengisi kekosongan hukum soal LGBT. Pertama, dengan segera mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
“Inisiatif ini perlu segera dilakukan mengingat dalam RUU KUHP sudah memuat aturan pidana yang berkaitan dengan LGBT," ujarnya. Kedua, pemerintah dan DPR segera memulai pembahasan RUU tentang Anti Propaganda Penyimpangan Seksual.
RUU ini diusulkan oleh Fraksi PKS sejak 2019 dan telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional. “Namun demikian, opsi yang paling mungkin agar kekosongan hukum soal LGBT dapat segera terisi adalah dengan mengesahkan RUU KUHP,” pungkasnya.
Lihat Sumber Artikel di JPNN.com Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan JPNN.com.