Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya kembali melakukan kelebihan bayar, kali ini total uang kelebihan bayar itu sampai mencapai miliaran rupiah.
Hal ini diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ketika memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2021 kepada Pemprov DKI Jakarta pada Selasa (31/5/2022). Kelebihan bayar dengan nominal fantastis itu menjadi catatan tersendiri dari BPK.
Kepala Perwakilan BPK Perwakilan DKI Jakarta Dede Sukarjo mengatakan, dalam pemeriksaan yang dilakukan pihaknya, ditemukan bawa kesalahan bayar itu dilakukan Pemprov DKI saat menyalurkan gaji atau tunjangan kerja daerah dan TPP.
"Pada sisi belanja, BPK menemukan beberapa permasalahan di antaranya kelebihan gaji/tunjangan kerja daerah dan TPP sebesar Rp4,17 miliar, kekurangan pemungutan dan penyetoran BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan sebesar Rp13,53 miliar," kata Dede di Gedung DPRD DKI Jakarta (31/5/2022).
Tidak hanya itu, lembaga ini juga menemukan kelebihan bayar yang dilakukan Anies Baswedan dan jajarannya saat pengadaan barang dan jasa dengan total mencapai Rp3,13 miliar.
“Ada juga kelebihan pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak Rp3,52 miliar," bebernya.
Selain itu BPK juga menemukan hal ganjil lainnya dalam pengelolaan keuangan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, salah satunya adalah pengelolaan kas daerah, dimana BPK menemukan adanya penggunaan rekening kas dan rekening penampungan yang tidak memiliki dasar hukum dan tanpa melalui proses persetujuan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
"Sehubungan dengan permasalahan tersebut BPK merekomendasikan agar sisa dana yang ada pada rekening (escrow) segera dipindahbukukan ke rekening kas daerah sesuai batas waktu yang ditetapkan," ungkap Dede.
Kemudian, pada sisi pendapatan, BPK menemukan adanya kelemahan proses penetapan dan pemungutan pajak daerah yang mengakibatkan kekurangan pendapatan pajak daerah.
Selanjutnya, dalam pengelolaan aset, BPK juga menemukan sejumlah permasalahan, di antaranya kekurangan pemenuhan kewajiban koefisien lantai bangunan (KLB), pencatatan aset tetap ganda, aset tetap belum ditetapkan statusnya, dan Aset tetap tidak diketahui keberadaannya.
Masih dari sisi aset, BPK juga menemukan adanya pencatatan kartu inventaris barang yang tidak mutakhir, kesalahan klasifikasi aset tetap, aset tanah dikuasai oleh pihak ketiga, tanah dalam sengketa, 3.110 bidang tanah belum bersertifikat, serta pemanfaatan aset tetap oleh pihak ketiga tidak didukung perjanjian kerja sama.