Setelah Sekian Prestasi Diukir Densus 88, Mengapa Fadli Zon Ingin Mereka Bubar?

Setelah Sekian Prestasi Diukir Densus 88, Mengapa Fadli Zon Ingin Mereka Bubar? Kredit Foto: Didik Suhartono

Detasemen Khusus 88 (Densus 88) tengah menjadi sorotan di media sosial. Pasalnya, Politisi Gerindra Fadli Zon mendesak pemerintah agar satuan anti-teror Polri tersebut sebaiknya dibubarkan saja karena dianggapnya menebar Islamofobia.

Adapun pendapat Fadli Zon tersebut ditengarai oleh pernyataan Direktur Pencegahan Densus 88, Kombes M Rosidi yang sebelumnya menyatakan bahwa keberhasilan Taliban kembali menguasai Afghanistan akan berdampak pada kelompok teroris di Tanah Air dan menginspirasi mereka untuk melakukan teror atas nama Agama Islam.

Selain itu, Rosidi juga menyebut kelompok teroris di Indonesia kerap membuat narasi dengan membawa-bawa Taliban. Menurutnya, mereka mengagung-agungkan Taliban yang berhasil menduduki ibu kota Kabul kembali pasca invasi Amerika Serikat di Afghanistan.

"Narasi semacam ini tak akan dipercaya rakyat lagi, berbau Islamofobia. Dunia sdh berubah, sebainya Densus 88 ini dibubarkan saja. Teroris memang harus diberantas, tapi jgn dijadikan komoditas," tulis Fadli Zon pada akun Twitter-nya mengomentari berita dari CNN Indonesia berjudul "Densus 88 Klaim Taliban Menginspirasi Teroris Indonesia", dikutip Rabu (6/10/2021).

Selain itu, Fadli juga menyarankan agar penanganan tindak pidana terorisme di Indonesia cukup ditangani oleh BNPT RI saja, karena sudah terlalu banyak lembaga yang menangani terorisme di Indonesia,

"Menurut sy sdh terlalu byk lembaga yg tangani terorisme. Harusnya @BNPTRI saja. Teroris separatis yg jelas2 menantang RI harusnya yg jd prioritas tp tak bisa ditangani. Jgn selalu mengembangkan narasi Islamofobia yg bisa memecahbelah bangsa," ujar eks-Wakil DPR RI tersebut.

Baca Juga: Fadli Zon Murka Sejadi-jadinya, Minta Densus 88 Dibubarkan Saja: Teroris Jangan Dijadikan Komoditas

Pernyataan Fadli tersebut tentunya sangat aneh bagi sebagian masyarakat, terutama mereka yang anti-terorisme atas nama Agama. Hal ini seperti disinggung oleh pegiat media sosial Denny Siregar dalam cuitannya. Ia menyebut pernyataan Fadli tersebut menyakiti hati banyak orang karena selama ini Densus 88 ada di garda terdepan dalam memberantas terorisme di Tanah Air.

"Pernyataan @fadlizon Densus 88 harus dibubarkan itu menyakiti banyak hati org. Anda mungkin tidak tahu, bhw Densus 88 ada di depan melawan terorisme. @fadlizon tahu sdh brp anggota Densus yg gugur tanpa berita? 52 orang. Setidaknya empatilah, kalau anda masih punya hati..," ungkap Denny.

Pada faktanya, Densus 88 memang menjadi salah satu garda terdepan di Indonesia dalam berperang melawan terorisme. Prestasinya selama ini dalam memberangus para teroris-teroris kelas berat sudah tercatat dalam sejarah. Mulai dari pelaku Bom Bali pada 2002 silam yang merupakan salah satu tindak terorisme terbesar di Tanah Air, sampai yang paling baru menemukan 35 kilogram Peledak TATP (Triacetone Triperoxide) yang disembunyikan Napiter kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Kawasan Gunung Ciremai.

Baca Juga: Minta Densus 88 Dibubarkan, Fadli Zon Malah Disuruh Jajal Sel Napiter : Supaya Mingkem

Sejak pertama kali dibentuk sebagai respons atas peristiwa Bom Bali I, tepatnya pada 2003, Satuan Khusus Burung Hantu ini sudah berulang kali berhasil meringkus para teroris yang paling dicari di seluruh Negeri. Dua bulan setelah pembentukannya, terjadi peristiwa Hotel J.W. Marriot yang menewaskan 13 jiwa. Densus 88 hanya butuh hitungan pekan untuk berhasil membongkar dan menangkap jaringan teroris tersebut.

Selang hampir setahun sejak masa persidangan para pelaku Bom J.W. Marriot, sekitar September 2004, Indonesia kembali digemparkan dengan peristiwa ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia di Kuningan, Jakarta. Sekitar puluhan orang tewas, termasuk warga non-Kedubes. Hebatnya, hanya dalam waktu sebulan, Densus 88 dibantu oleh Australia Federal Police berhasil memberantas pelaku pengeboman. Mereka berhasil dijebloskan ke dalam penjara selama belasan tahun serta hukuman mati.

Setahun setelahnya, Bali kembali diteror, tepatnya pada Oktober 2005. Peristiwa ini dikenal dengan nama Bom Bali II yang mana menewaskan 23 orang tak bersalah serta melukai ratusan lainnya. Densus 88 berhasil mengungkap dalang pengeboman ini dalam waktu tiga bulan, sekaligus membawa mereka untuk lebih dekat dengan salah satu gembong teroris paling dicari saat itu, Dr. Azahari yang merupakan otak di balik sejumlah tindak terorisme besar di Indonesia, termasuk Bom Bali I, II, J.W. Marriot, dan banyak lagi.

Saat itu pula mereka berhasil menemukan persembunyan Azahari di Batu Malang, Jawa Timur dan menembak matinya. Prestasi inilah yang melambungkan nama Densus 88 menjadi salah satu satuan anti-teror terbaik di Asia. Pasalnya, Azahari merupakan salah satu teroris paling diwaspadai. Ia memiliki hubungan dengan kelompok militan Jemaah Islamiyah (JI) yang juga berhubungan dengan kelompok teroris incaran dunia saat itu, Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Hebatnya lagi, bersamaan dengan pemberantasan Azahari, Densus 88 juga berhasil menangkap pelaku pengeboman Pasar Tradisional Kota Palu yang merupakan salah satu kelompok teroris Poso.

Setahun kemudian, April 2006, Densus 88 hampir berhasil meringkus gembong teroris lainnya, Noordin M Top yang juga punya ikatan dengan Azahari. Meskipun akhirnya, mereka berhasil menembak mati Noordin pada September 2009. Memang butuh waktu lama untuk meringkus Noordin karena saat itu ia memang dikenal sulit sekali didekati.

Adapun 2 tahun sebelum meringkus Noordin, tepatnya pada Juni 2007, Densus 88 sempat menorehkan prestasi dengan melumpuhkan gembong teroris Abu Dujana alias Ainul Bahri yang merupakan Komandan Sayap Militer JI beserta Amir JI, Zarkasih. Konon, saat itu Abu Dujana disebut-sebut lebih berbahaya dibanding Noordin. Hal inilah yang menjadikan Densus 88 sebagai satuan anti-teror yang andal dan profesional yang dimiliki Negeri ini.

Hingga kini, Densus 88 masih aktif menjadi garda terdepan mengawasi Indonesia dari bahaya gembong-gembong teroris. Sejak sejumlah prestasinya pada dekade 2000-an, mereka masih terus berhadapan dengan terorisme di dekade 2010-an, bahkan hingga memasuki dekade 2020-an dengan penemuan bom di Gunung Ciremai.

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover