DPR Ngotot Sahkan RUU DOB, Meski Sejumlah Pihak Menolaknya

DPR Ngotot Sahkan RUU DOB, Meski Sejumlah Pihak Menolaknya Kredit Foto: ANTARA FOTO/Gusti Tanati

DPR RI pagi ini, Kamis (30/6/2022) akan menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) pemekaran wilayah Papua, yakni RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyatakan bahwa pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Papua bertujuan untuk pemerataan pembangunan.

“Intinya adalah kita ingin Provinsi Papua ini semakin cepat dalam proses pembangunan kemajuannya,” kata Doli di Parlemen Senayan DPR RI, Selasa (28/6).

Baca Juga: DPR Ngotot Sahkan RUU DOB, Ketua Komisi II: Demi Kemajuan Pembangunan Papua

Dia mengeklaim RUU pemekaran Papua merupakan jalan eksekutif dan legislatif untuk melakukan penyelesaian masalah yang ada di Tanah Papua.

Namun demikian, penolakan terhadap RUU pemekaran Papua terus mengalir. Sejumlah organisasi sipil dan aktivis Papua terus menyuarakan penolakan RUU tersebut. Mereka menilai pemekaran wilayah Papua bukan solusi atas masalah dan konflik yang kerap terjadi di bumi Cendrawasih itu.

Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua, Ambrosius Mulait menilai, rencana pemekaran wilayah Papua adalah bentuk penjajahan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap rakyat dan wilayah Papua.

Baca Juga: Puluhan Organisasi Sipil Desak Jokowi Batalkan Pemekaran Provinsi di Papua

Menurutnya, pemekaran Papua hanya untuk memudahkan pemerintah pusat mengeksploitasi sumber daya alam bumi Cendrawasih itu. Dia menyebut, eksploitasi sumber daya alam sama sekali tidak berdampak terhadap rakyat Papua, justru merugikan karena tanah dan air yang menjadi sumber penghidupan dirampas.

"Manusia Papua dijadikan sebagai tenaga kerja dengan upah yang murah meskipun sebelum ada perusahaan tanah atau air adalah sasaran produksi yang menghidupi masyarakat Papua sekian lama," ujar Ambrosius kepada Populis.id, Kamis (30/6/2022).

Dia juga menjelaskan bahwa pemekaran wilayah Papua hanya untuk kepentingan ekspansi modal saja. Saat ini, katanya, ekspansi modal terus terjadi dengan mengubah lahan-lahan produktif bagi rakyat menjadi lahan eksploitasi sumber daya alam.

Baca Juga: OPM Kirim Surat ke Presiden dan Wapres, Desak Pemerintah Hentikan Pembahasan RUU DOB

"Hal ini menyebabkan perluasan kemiskinan, perluasan perampasan tanah, dan memperbanyak kematian," ungkapnya.

Ambrosius Mulait juga mempertanyakan alasan utama pemekaran wilayah yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR. Menurut dia, wilayah Papua tidak perlu dimekarkan, sebab saat ini penduduknya hanya sedikit. "Karena jumlah penduduk orang asli Papua hanya 2,1 juta orang," tegasnya.

"Kenapa Jokowi tidak memekarkan wilayah Jawa Barat yang penduduknya padat, atau wilayah lain yang inginkan pemekaran. Kenapa harus Papua?" imbuhnya.

Baca Juga: Kontras Desak Kepolisian Usut Tuntas Pelaku Penembakan Massa Aksi Tolak DOB di Yahukimo Hingga Tewas

Solidaritas Organisasi Sipil Untuk Tanah Papua juga mendesak Presiden Jokowi untuk menghentikan rencana pemekaran wilayah karena berpotensi menimbulkan konflik sosial di Bumi Cendrawasih.

Mereka menilai kebijakan pemekaran wilayah di Papua akan menciptakan masyarakat terpecah menjadi dua kelompok, kelompok yang pro dan kelompok yang kontra.

"DOB Papua telah melahirkan jurang lebar ditengah-tengah masyarakat Papua menjadi dua kelompok," tulis SOS dalam keterangannya seperti dilansir Suara.com, Rabu (29/6).

Baca Juga: Megawati Dianggap Rasis, Nitizen Langsung Sindir Pakai Foto Gus Dur dengan Orang Papua

"Presiden Republik Indonesia segera batalkan kebijakan DOB Papua yang telah menimbulkan Pro Kontra dalam Masyarakat Papua," tambahnya.

Sementara itu, Petisi Rakyat Papua (PRP) bakal menggelar aksi protes di depan gedung DPR saat rapat paripurna pengesahan RUU DOB dilaksanakan.

Mereka menilai kebijakan pemekaran wilayah Papua hanya napsu kekuasaan. Sebab, dalam proses perancangan Undang-Undang tersebut tidak melibatkan orang asli Papua.

"Tidak melibatkan orang asli Papua dalam perumusannya dan hanya akan memperpanjang konflik di Tahan Papua," jelas PRP dalam keterangannya, Kamis pagi.

Terkait

Terpopuler

Terkini