Pengamat Politik Rocky Gerung menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan presidential threshold yang diajukan oleh Ketua DPD La Nyalla Mattalitti dan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Izha Mahendra, adalah bukti matinya demokrasi Indonesia.
Seperti diketahui, Kamis (7/7) kemarin, Ketua MK Anwar Usman menolak gugatan judicial review presidential threshold 20 persen yang diajukan DPD dan PBB.
"Pernah dalam sistem demokrasi (Indonesia), ada lembaga yang tugasnya menjamin demokrasi justru memberangus, Mahkamah Konstitusi tuh namanya," ujar Rocky Gerung dikutip dari akun YouTubenya, Jumat (8/7/2022).
Baca Juga: DPD Kecewa Gugatan Presidential Threshold 20 Persen Ditolak MK
Rocky Gerung menyebut, MK sebagai Mahkamah Konyol lantaran berulang kali menolak gugatan presidential threshold 20 persen.
Diketahui bahwa MK sudah puluhan kali menolak permohonan judicial review Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.
Alasan MK menolak gugatan tersebut lantaran pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan permohonan judicial review.
Baca Juga: Pengamat Nilai Gugatan Presidential Threshold PKS Hanya Cari Simpati Publik
Pasalnya, para pemohon sebelum PBB, adalah individu atau kelompok bukan dari partai politik. Semantara, MK beranggapan bahwa hanya partai politik yang memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan judicial review presidential threshold.
Sebab, hanya partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.
Kendati demikian, MK juga menolak gugatan PBB yang notabenenya partai politik peserta pemilu. Dalam putusannya, MK menerima kedudukan hukum PBB sebagai partai politik yang dapat dirugikan dengan adanya presidential threshold 20 persen.
Tetapi, MK menolak permohonan PBB dengan menyatakan bahwa presidential threshold 20 persen adalah open legal policy (kebijakan hukum terbuka) pembuat undang-undang--dalam hal ini DPR.
Dengan demikian, MK beranggapan presidential threshold 20 persen yang diatur dalam UU Pemilu tetap berlaku meskipun tidak disebutkan secara jelas mengenai aturan ambang batas pencalonan di dalam UU 1945.
Sebelumnya PKS juga mengajukan gugatan presidential threshold ke MK. Mereka meminta MK menurunkan angka ambang batas pencalonan presiden dari 20 persen menjadi 7-9 persen.