Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel, mengingatkan ancaman resesi global saat ini sangat berpotensi membuat kesenjangan sosial ekonomi di dalam negeri kian melebar.
Apalagi jika tidak diiringi strategi yang efektif untuk mengangkat kelompok berpenghasilan rendah seperti UMKM yang menyerap sekitar 97% tenaga kerja. “Untuk itu, realisasi insentif bagi UMKM harus lebih diperbesar dan dipercepat,” ujar Gobel, Rabu, (20/7/2022).
Melihat ancaman tersebut, Gobel meminta pemerintah tidak lengah dalam menghadapi berbagai tantangan akibat perekonomian global yang terindikasi sedang menuju resesi.
Walaupun sejauh ini indikator perekonomian nasional relatif aman, kondisi ini dapat memburuk jika pemerintah lengah dalam mengantisipasi berbagai kebijakan negara yang menjadi mitra utama seperti China, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.
“Kita harus memperhatikan secara cermat perkembangan ekonomi mitra utama dan global yang tengah menuju resesi agar dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri kita bisa dieliminasi semaksimal mungkin. Salah satu kuncinya adalah menjaga pasar dalam negeri dan sikap hati-hati pemerintah dalam mengambil kebijakan,” kata Gobel.
Sejauh ini, perkembangan indikator makro perekonomian memang masih terkendali. Meski secara umum laju inflasi secara year on year (yoy) per Juni lalu sudah mencapai 4,35%, namun laju inflasi inti masih terkendali yaitu sekitar 2,63%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih relatif tinggi. Pertumbuhan pada kuartal pertama tahun ini mencapai 5,01 sampai semester I diperkirakan 4,9%-5,2%.
Pada neraca perdagangan, trend positif masih tetap berlanjut, seperti bisa dilihat pada Semester I tahun 2022 terjadi surplus sebesar 24,80 miliar dollar AS atau naik 110,22% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2021.
Surplus ini berasal dari meningkatnya total ekspor sebesar 37,11% yaitu dari 102,883 miliar dollar AS pada Semester I 2021 menjadi 141,068 miliar dollar AS pada Semester I 2022. Sementara itu, pada periode yang sama total impor tercatat naik 27,6i 91,04 miliar dollar AS menjadi 116,18 miliar dollar AS.
Surplus neraca perdagangan tersebut memberi angin segar pada cadangan devisa yang menurut data Bank Indonesia per Mei 2022 lalu tercatat 135,6 miliar dollar AS atau cukup untuk membiayai 6,6 bulan impor.
Pencapaian ini cukup membantu terhadap upaya menghadapi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Meski terdepresiasi sekitar 4,14% sampai Juni lalu, perkembangan nilai tukar rupiah relatif cukup stabil dibandingkan mata uang negara lain, misalnya India yang terdepresiasi 5,17%, Malaysia 5,44%, dan Thailand 5,84%.
Sedangkan untuk pelaksanaan APBN 2022, menurut laporan Kementerian Keuangan, pendapatan negara sepanjang Semester I mencapai Rp 1.317,2 triliun atau tumbuh 48,5% secara year on year (yoy) dan telah mencapai 58,1i target pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022.