Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan kembali menjalani persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur presidential threshold 20 persen, Senin (8/8/2022).
Persidangan ini akan digelar secara daring pada pukul 13.30 WIB dengan agenda penyerahan perbaikan permohonan.
Seperti diketahui, pada sidang sebelumnya (26/7) MK meminta PKS untuk memperbaiki permohonannya. Hakim MK menilai legal standing atau kedudukan hukum PKS sebagai penggugat yang juga ikut serta membahas pembuatan Undang-Undang Pemilu di DPR kurang kuat.
Baca Juga: Demokrat Tidak Bareng PKS dan NasDem Daftar ke KPU, AHY Ungkap Alasannya!
Kuasa Hukum PKS Zainudin Paru yakin bahwa MK akan menerima legal standing PKS dan melanjutkan persidangan ke pembahasan pokok perkara terkait presidential threshold tersebut.
“Kami memiliki kedudukan hukum secara khusus atau hak eksklusif yang eksplisit disebut dalam UUD 1945. Kalau bukan parpol, siapa lagi yang bisa mengikuti ketentuan presidential threshold 20%?” ujar Zainudin dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/8).
Zainudin mengatakan tim kuasa hukum PKS telah memperjelas legal standing dalam pengujian presidential threshold.
Baca Juga: Rizal Ramli Minta Jokowi Dukung Presidential Threshold 0 Persen: Pasti Ketua MK Manut!
Dia pun menuturkan bahwa perbaikan permohonan tersebut sesuai dengan nasehat panel hakim konstitusi pada sidang sebelumnya.
Setidaknya, ada dua poin utama mengapa dirinya yakin bahwa legal standing para pemohon akan diterima. Pertama, dalam pembahasan UU Pemilu, PKS secara tegas menyatakan menolak ketentuan PT 20%, bahkan melakukan walk out pada rapat paripurna DPR RI. Ini menunjukan bahwa PKS telah menolak sejak awal.
“MK dalam putusan sebelumnya memang pernah menyebutkan bahwa parpol yang ikut membahas dan menyetujui suatu UU, lalu mengujinya ke MK sebagai pelanggaran etika politik. Dalam kondisi judicial review UU Pemilu ini berbeda. Karena PKS sejak awal tidak menyetujui PT 20% ini,” tukasnya.
Baca Juga: PKP Bakal Gugat Presidential Threshold 20 Persen Jadi 0 Persen: Capres Jangan Lo Lagi, Lo Lagi!
Kedua, Zainudin menambahkan alasan lain mengapa PKS layak untuk mendapat kedudukan hukum. Ia mengutarakan berdasarkan riset tim hukum terhadap banyak putusan MK, terdapat pendekatan umum dan khusus, terhadap legal standing partai politik atau anggota DPR yang pernah membahas suatu UU, tetapi kemudian menguji UU tersebut ke MK.
“Secara umum, dalam banyak putusannya, MK memang berpendapat bahwa parpol atau anggota DPR yang ikut membahas dan mengesahkan suatu UU tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk menguji UU tersebut ke MK,” ujarnya.
Namun, lanjutnya, di dalam putusan MK yang lain, MK memberikan pengecualian terhadap pendekatan umum tersebut.
Baca Juga: Perindo Ogah Gugat Presidential Threshold 20 Persen: Buang-Buang Waktu!
"Dalam putusan lainnya, MK menyatakan bahwa anggota DPR yang ikut membahas dan mengesahkan suatu UU dapat diberikan legal standing, sepanjang berkaitan dengan hak eksklusif yang diberikan di dalam UUD 1945,” ungkap Zainudin.
“Berdasarkan Pasal 6A ayat (1) memang hanya parpol yang memiliki hak eksklusif mencalonkan presiden dan wakil presiden,” sambung dia.
Selain berkaitan dengan kedudukan hukum, PKS juga memperbaiki dan memperkuat beberapa hal di dalam permohonan yang diajukan.
Baca Juga: PKS Tegaskan Gugatan Presidential Threshold ke MK Dapat Pulihkan Keharmonisan Bangsa
Di antaranya adalah terkait dengan penghitungan angka presidential threshold berbasis ilmiah menggunakan metode effective number of parliamentary parties (ENPP). Dalam permohonan ini, PKS meminta agar MK menetapkan batas bawah 7 persen dan batas atas 9 persen untuk pembentuk undang-undang (DPR dan Pemerintah) dalam menetapkan ambang batas pencalonan presiden.
Untuk memperkuat argumentasi tersebut, Zainudin menuturkan bahwa pihaknya telah menyiapkan sejumlah ahli pemilu dan hukum tata negara, baik dari dalam maupun dari luar negeri, untuk meyakinkan majelis hakim Mahkamah Konstitusi.