Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta Pemerintah tidak over acting alias lebay dengan mendesak SPBU Vivo menaikkan harga BBM Revvo 89 yang sebesar Rp8.900 per liter. Menurutnya Pemerintah tidak berhak dan berwenang mengatur harga bawah BBM non subsidi dari operator swasta.
Ia menegaskan, harga BBM murah dari SPBU Vivo ini bisa menjadi alternatif bagi masyarakat yang kesulitan membeli BBM dari Pertamina. Mengingat selisih harga antar keduanya cukup jauh.
"Harga BBM yang murah ini kan menguntungkan masyarakat. Di tengah harga BBM subsidi Pertalite RON 90 yang seharga Rp10.000 per liter," kata Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini kepada Populis.id pada Senin (05/08/2022).
Mulyanto pun minta Pemerintah membuka data harga pokok produksi (HPP) BBM bersubsidi yang berlaku selama ini. Ia merasa ada yang aneh terkait kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi dua hari lalu. Karena pada saat yang sama harga BBM non subsidi di Pertamina, Shell dan Vivo malah diturunkan, menyusul anjloknya harga minyak dunia.
"Untuk BBM jenis Revvo 89 yang harga sebelumnya Rp9.290 per liter turun menjadi Rp8.900 per liter. Akibatnya masyarakat menyerbu SPBU Vivo," terangnya.
Melihat perbedaan harga jual tersebut Mulyanto minta Pemerintah perlu memberi penjelasan, kenapa harga jual Pertalite yang bersubsidi malah lebih mahal dari BBM non subsidi Revvo 89.
"Ini kan janggal. Pemerintah harus dapat menjelaskan berapa harga pokok produksi (HPP) Pertalite ini yang sebenarnya. Masa harganya masih lebih mahal daripada harga BBM di SPBU swasta. Selisih harga ini pasti akan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat," kata Mulyanto.
Ia menekankan bahwa kalau Pemerintah benar-benar objektif menghitung harga pokok produksi dan harga keekonomian BBM, semestinya tidak ada alasan untuk menaikkan harga BBM jenis apapun. Karena harga minyak dunia terus anjlok hingga USD 89 per barel.
"Sementara Pemerintah dan DPR sudah sepakat menetapkan asumsi makro harga minyak dunia sebesar USD 100 per barel. Artinya, fluktuasi harga minyak dunia masih dalam batas kemampuan anggaran negara. Dengan demikian Pemerintah tidak punya alasan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi," tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi. Menurutnya, pemerintah tidak mendengar masukan dari masyarakat, dan tetap bergeming dengan sikapnya.
Mulyanto menilai masyarakat kurang mampu akan menderita kenaikan harga BBM bersubsidi ini.