Wakil Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menilai bahwa anggapan pemilu berikutnya tidak jujur bukan hal baru. Menurutnya, pikiran tersebut memang biasanya keluar dari partai yang berada di luar pemerintah.
Pernyataan Arsul menanggapi statemen Mantan Presiden Keenam, Susilo Bambang Yudhoyono yang menyebut jika di pemilu 2024 mendatang dikabarkan akan terjadi kecurangan. Statemen tersebut lantas menyita perhatian dari banyak partai politik.
"PPP melihat munculnya kecurigaaan tentang Pemilu berikutnya akan dibayangi dengan hal yang tidak jujur dan tidak adil adalah prasangka khas dari Parpol atau kelompok masyarakat yang berada diluar pemerintahan dari waktu ke waktu," katanya kepada awak media pada Selasa (20/09/2022).
Ia menyebutkan bahwa ketika dahulu SBY menjadi Presiden atau Partai Demokrat jadi partai pemerintah, maka yang diluar pemerintahan juga curiga dengan Pemilu 2009. Apalagi kemudian terbukti bahwa Partai Demokrat memperoleh kursi DPR lebih dari dua kali lipat dari sebelumnya tapi kemudian di Pemilu 2014 berkurang lebih dari separohnya.
"Nah sekarang yang kita lihat Partai Demokrat atau Pak SBY yang diluar pemerintahan, ada dalam posisi prasangka atau suudzon bahwa partai atau Capres ya akan diperlakukan dengan tidak jujur atau tidak adil," ucapnya.
Tapi hemat kami di PPP, kata Arsul, prasangka ini berlebihan, terutama terkait bisa atau tidaknya Partai Demokrat mengajukan pasangan calon dalam Pilpres. Ia menerangkan, persoalan utama Pilpres bagi parpol adalah kemampuan membentuk koalisi untuk sepakat mengusung paslon bersama.
"Alhamdulillah, PPP dengan Golkar dan PAN sudah berhasil membentuk koalisinya, yakni KIB. Gerindra dan PKB juga sedang dalam proses finalisasi, PDIP tidak harus berkoalisi. Kalau dalam konteks partai parlemen, maka yang masih memiliki tantangan mendasar adalah apakah Nasdem, PKS dan Demokrat bisa sepakat membentuk koalisi," tuturnya.
Ia menyebutkan bahwa jika Demokrat bisa membentuk koalisi dengan dua parpol ini, maka tidak akan lagi ada isu parpol atau pasangan calon tertentu akan dijegal atau diperlakukan tidak jujur dan tidak adil. Jadi persoalannya terpulang pada kemampuan untuk membentuk koalisi.
"Soalnya bukan pada pihak eksternal diluar parpol yang diintervensi di istana. Nah jika tidak bisa maka tidak usah buru-buru bicara soal dijegal, diperlakukan tidak jujur dan adil," pungkasnya.