Biografi Gamal Abdul Nasser: Presiden Mesir yang Kontroversial di Arab

Biografi Gamal Abdul Nasser: Presiden Mesir yang Kontroversial di Arab Kredit Foto: eramuslim

Dalam Filsafat Revolusi, yang ditulisnya pada tahun 1954, Nasser menceritakan tentang "peran heroik dan mulia yang tidak pernah menemukan pahlawan untuk melakukannya".

Nasser menguraikan aspirasinya untuk menjadi pemimpin 55 juta orang Arab, kemudian dari 224 juta orang Afrika, kemudian dari 420 juta pemeluk Islam.

Pada 1954, Nasser muncul dari balik layar, menyingkirkan Naguib dari kekuasaan, dan menyatakan dirinya sebagai perdana menteri Mesir.

Saat Nasser mengambil alih tituler serta kontrol aktual, prospek Mesir tampak cerah.

Sebuah kontrak rahasia telah ditandatangani dengan Cekoslowakia untuk materi perang, dan Inggris Raya serta Amerika Serikat telah setuju untuk menyediakan $270 juta untuk membiayai tahap pertama proyek Bendungan Tinggi Aswan.

Namun pada 20 Juli 1956, menteri luar negeri AS, John Foster Dulles, membatalkan tawaran AS; hari berikutnya Inggris mengikutinya.

Lima hari kemudian, dalam sebuah pertemuan massal di Alexandria, Nasser mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez, menjanjikan bahwa biaya yang dikumpulkan Mesir dalam lima tahun mampu membangun bendungan.

Baik Inggris maupun Prancis memiliki kepentingan di terusan itu dan bersekongkol dengan Israel—yang hubungannya dengan Mesir semakin tegang setelah perang Arab-Israel pertama pada 1948–49—untuk mengalahkan Nasser dan mendapatkan kembali kendali atas terusan itu.

Menurut rencana mereka, pada 29 Oktober 1956, pasukan Israel menyerbu Semenanjung Sinai.

Dua hari kemudian, pesawat Prancis dan Inggris menyerang lapangan udara Mesir.

Pada tahun 1958 Suriah dan Mesir membentuk Republik Persatuan Arab, yang Nasser berharap suatu hari nanti akan mencakup seluruh dunia Arab.

Suriah menarik diri pada tahun 1961, tetapi Mesir terus dikenal sebagai Republik Persatuan Arab sampai tahun 1971.

Nasser telah mewujudkan mimpi tripartitnya yakni mengumumkan pengesahan konstitusi bahwa Mesir akan menjadi negara Arab sosialis dengan sistem politik satu partai dan dengan Islam sebagai agama resmi.

Pada bulan Juni, 99,948 persen dari lima juta orang Mesir memberikan suara mereka memilih Nasser, satu-satunya kandidat, untuk presiden Konstitusi disetujui oleh 99,8 persen.

Baca Juga: Suara Lantang Ketua KPK Bak Petir, Menggelegar Banget! Perang Badar Melawan Korupsi


Dalam masa pemerintahannya, Nasser mengikuti Perang Enam Hari antara Israel dan Arab, Mesir dan para pejuang Arab lainnya kalah telak dan pasukan Israel merebut semua Sinai dan menyeberangi Terusan Suez.

Setelah bencana militer, Nasser berusaha untuk mengundurkan diri. Tetapi demonstrasi populer dan mosi percaya oleh Majelis Nasional Mesir membujuknya untuk tetap menjabat.

Pada Juli 1970, Bendungan Tinggi Aswan selesai dengan bantuan Soviet yang memberikan dorongan besar bagi perekonomian Mesir.

Dua bulan kemudian, Nasser meninggal karena serangan jantung di Kairo.

Dia digantikan oleh Anwar el-Sadat. Terlepas dari kekalahan militernya, Nasser adalah pemimpin yang populer secara konsisten selama 18 tahun berkuasa.

Kebijakan ekonomi dan reformasi pertanahannya meningkatkan kualitas hidup bagi banyak orang Mesir dan wanita diberi banyak hak selama masa jabatannya.

Baca Juga: Bicara Reformasi, Amien Rais: Tidak Semua Agenda Reformasi 1998 Bisa Diwujudkan

Kekuasaannya mengakhiri kekuasaan 2.300 tahun oleh orang asing. Kebijakan independennya membuatnya dihormati tidak hanya di Mesir tetapi di seluruh dunia.

Tampilkan Semua
Halaman

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover