Gafandra Zulkarnain salah satu Aremania (sebutan untuk pendukung Arema FC) yang merupakan korban selamat tragedi Kanjuruhan menceritakan kerusuhan yang menewaskan 182 orang itu.
Dia mengatakan tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat keamanan ke arah tribun penonton disinyalir menjadi penyebab tewasnya ratusan jiwa itu. Dia mengatakan penonton yang ada di tribun berhamburan karena panik, lantas membuat mereka berebut untuk keluar stadion.
Karena berdesak-desakan dan sesak nafas karena gas air mata, para suporter yang panik banyak yang terjatuh lalu terinjak oleh suporter lainnya hingga tewas. Gafandra Zulkarnain mengaku dirinya sempat terjatuh dan sempat terinjak-injak, namun masih selamat setelah dievakuasi supporter lainnya.
"Lalu kami berdua terinjak-injak oleh supporter lain saat semuanya sama-sama berebut keluar dari stadion. Saat itu, kami tidak ikut turun ke lapangan, tapi hanya diam di tribun. Namun, situasi mendadak berubah setelah ada tembakan gas air mata ke arah tempat duduk kami, sehingga semua orang berebut keluar dari Stadion Kanjuruhan," katanya saat ditemui di RSUD Kanjuruhan dikutip Senin (3/10/2022).
Sementara itu, aremania lainnya, Vigo Fernando mengaku kericuhan itu bermula ketika dua pendukung Arema FC turun ke lapangan untuk menyemangati para pemain dari tim kebanggannya yang baru saja ditekuk Persebaya Surabaya.
Namun kedatangan kedua Aremania itu langsung dihalangi petugas keamanan, keduanya kemudian dikejar - kejar petugas yang tak mengizinkan mereka bertemu para pemain Arema FC.
Aksi aparat itu justru menyulut Aremania lainnya yang kemudian menyerbu masuk ke lapangan, untuk menghalau massa, aparat lantas menembakan gas air mata yang bikin para suporter panik.
“Jadi awal mula turun 2 suporter merangkul pemain. Kemudian dikejar-kejar sama aparat. Akhirnya Aremania lainnya ikut turun dan masuk ke lapangan. Hingga akhirnya terjadi kerusuhan banyak Aremania dipukuli dan ditembak gas air mata,” kata Vigo.