Pegiat media sosial Ade Armando blak-blakan menyalahkan Aremania, julukan untuk pendukung Arema FC atas tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang merenggut 125 jiwa.
Dia dengan tegas mengatakan peristiwa mengerikan itu tidak akan terjadi apabila Aremania tidak turun ke lapangan dan menunjukan aksi brutal mereka usai tim kesayangannya ditekuk tim tamu Persebaya Surabaya dengan skor 2-3.
Baca Juga: Info Terbaru Tragedi Kanjuruhan Bikin Nyesek, Puluhan Anak di Bawah Umur Jadi Korban Meninggal Dunia
“Siapapun yang menyaksikan video-video yang kini tersebar tentang tragedi di Stadion Kanjuruhan 1 Oktober lalu pasti bisa mengenali bahwa pangkal persoalan adalah kelakuan sebagian suporter Arema yang menyerbu lapangan. Mereka sombong bergaya preman menantang, merusak dan menyerang gara-gara mereka lah tragedi itu terjadi,” kata Ade dalam sebuah video yang diunggah di saluran Youtube Cokro TV dikutip Populis.id Selasa (4/10/2022).
Lebih lanjut dosen Fisip UI ini juga menyoroti pernyataan Ketua Forum Komunikasi Supporter Indonesia Richard Achmad Supriyanto yang meminta DPR hingga Kompolnas mengevaluasi tindak polisi dalam melakukan pengamanan di Kanjuruhan. Dimana semburan gas air mata yang dilepaskan petugas disinyalir menjadi pemicu jatuhnya korban jiwa yang berjumlah hingga ratusan orang itu.
“Dalam surat terbukanya, dia meminta DPR dan Kompolnas mengevaluasi kinerja Kepolisian Republik Indonesia. Ia juga mendesak pemerintah pusat maupun daerah agar ikut bertanggung jawab terkait tragedi tersebut,”ungkapnya.
Ade Armando tampak tak terima jika kepolisian menjadi pihak-pihak yang ditunjuk untuk bertanggung jawab atas tragedi mengenaskan itu, intinya kata dia kericuhan itu tidak akan terjadi kalau Aremania tidak menyulutnya terlebih dahulu.
“Nampaknya ada upaya sengaja untuk mengarahkan telunjuk pada pihak kepolisian. Marilah kita bersikap objektif apa sih yang dimaksud dengan tindakan represif, pelanggaran profesionalisme atau bahkan pelanggaran HAM yang dilakukan kepolisian?,” tambahnya.
“Memang akibat gas air mata, para penonton berlarian panik dan sialnya pada saat mereka hendak keluar stadion, ternyata panitia belum sempat membuka pintu keluar. Akibatnya terjadi penumpukan penonton saling dorong saling injak. Itulah yang menyebabkan tragedi terjadi. Pertanyaan saya, apakah itu yang disebut tindak represif dan pelanggaran HAM oleh polisi?,”imbuhnya.