Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pentingnya evaluasi agar tindakan penggunaan gas air mata kedaluwarsa tak dianggap hal biasa oleh Polri.
ICJR mencatat Polri mengakui menggunakan gas air mata yang telah kedaluwarasa dalam insiden Kanjuruhan, tapi mengeklaim gas air mata kedaluwarsa itu tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kematian.
Baca Juga: Iwan Bule Diminta Bertanggung Jawab di Tragedi Kanjuruhan!
Ia kemudian mengingat pada September 2019 lalu, saat unjuk rasa mahasiswa atas penolakan RUU KPK dan RKUHP di Gedung DPR/MPR, ICJR mencatat polisi menggunakan gas air mata yang telah kedaluwarsa. Polri sempat membantah memakai gas air mata kedaluwarsa. Namun, pernyataan itu diralat.
"Penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa bukan pertama kali terjadi, harus ada investigasi khusus terhadap aparat bertugas di lapangan yang menggunakan gas air mata yang telah kedaluwarsa dan harus bertanggungjawab secara etik, disiplin dan pidana," kata Peneliti ICJR Iftitahsari dalam keterangannya, Jumat (13/10/2022).
Dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI No 1 Tahun 2009 terdapat tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisan. Mulai dari kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kemudian kendali untuk menggunakan senjata kimia gas air mata.
Katanya, penggunaan senjata kimia seperti gas air mata juga diatur dalam Prosedur Tetap RI No 1 /X/2010 tentang Penanggulangan Anarki, di situ diatur penggunaan senjata kimia seperti gas air mata harus digunakan sesuai dengan standar kepolisian.
"Artinya, bahwa Kepolisian RI sendiri mengatur standar yang harus dipenuhi dalam penggunaan senjata kimia dan penggunaan gas air mata yang sudah melewati kedaluwarsa pastinya bukan termasuk standar penggunaan," ujarnya.
Menurutnya, penggunaan gas air mata kedaluwarsa tidak memenuhi prosedur. Sebab ada aturan soal standar penggunaan senjata kimia seperti gas air mata dalam berbagai peraturan internal Polri. Sehingga menurutnya, Kepolisian harus bertanggungjawab atas kesalahan ini.
"Atasan anggota kepolisian di tingkat yang lebih tinggi harus terbuka untuk dimintai pertanggungjawaban karena sangat mungkin semua tindakan yang menyebabkan hilangnya ratusan nyawa tersebut terjadi atas pembiaran atau bahkan atas perintah atasan," katanya.
Atas bermasalahnya penggunaan gas air mata oleh polisi yang tidak pertama kali terjadi ini, ICJR meminta Presiden RI mengusut dan mengevaluasi penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian selama ini.
"Termasuk penggunaan senjata kimia yaitu penggunaan air mata, agar tidak lagi-lagi hal ini dianggap lazim," tegas Iftitahsari.