Eks Kabais TNI Laksda Purn. Soleman B Ponto ikut mengomentari kasus yang menjerat Kapolda Jawa Timur, Teddy Minahasa yang ditangkap Propam Polri beberapa hari setelah ditunjuk sebagai Kapolda Jawa Timur. Dia ditangkap karena menjual narkoba jenis sabu yang merupakan barang sitaan.
Soleman apabila terbukti jenderal polisi paling tajir se Indonesia itu menjual narkoba, maka Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo benar-benar tidak mengetahui latar belakang anak buahnya itu. Ada data-data penting soal Teddy yang lolos dari pantauan Kapolri.
"Kalau benar ini sangat mengagetkan. Karena baru saja ditetapkan sudah ditangkap karena narkoba. Artinya ini ada data lama yang tidak diketahui Kapolri," kata Soleman B Ponto dalam dialog yang diunggah di akun Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data dikutip Senin (17/10/2022).
Soleman mengatakan, dalam dunia kepolisian atau TNI lazimnya pimpinan institusi bakal mengecek betul latar belakang anak buahnya sebelum diberikan jabatan tertentu, pengecekan latar belakang ini biasanya dilakukan secara diam-diam oleh intelejen.
"Sudah ada masukan dari Dispam atau Aspam, menyampaikan kepada Panglima atau kepala staf. Ini sepertinya tidak, langsung saja ditunjuk. Ini kan sama saja menampar mukanya Kapolri," kata Soleman Ponto.
Adapun Teddy Minahasa disebut memasok 5 kilogram sabu ke beberapa tempat di wilayah Jakarta. Di Tengah gencarnya kabar ini, Teddy Minahasa justru diklaim telah merogoh kocek pribadi dengan mengeluarkan uang sebesar Rp20 miliar untuk patroli atau mencegah datangnya narkotika dari Laut Cina Selatan.
Menanggapi kabar tersebut Soleman Ponto mempertanyakan, bagaimana seorang Kapolda mengeluarkan uang pribadi.
"Waduh, bagaimana seorang Kapolda mengeluarkan uang pribadi untuk mencari narkotik dari Laut Cina Selatan," tanya Soleman Ponto.
Baca Juga: Teddy Minahasa Versus Ferdy Sambo, Perang Geng Judi Lawan Geng Narkoba: Polisi Rasa Kartel Meksiko!
Laut China Selatan yang menjadi kekuasaan Polisi Airud hanya sampai 12 mil. Sedangkan untuk yuridikasi di luar itu, minta bantuan dari angkatan laut.
"Ini biaya sendiri, Rp20 miliar. Ini kalau benar, ini artinya tidak ada terstruktur dan terencana. Padahal ini polisi yang begitu besar," ungkapnya.