HRS Bakal Adu Kasus KM 50 ke Pengadilan HAM Internasional, Muannas Alaidid Sebut Mabok Tingkat Dewa!

HRS Bakal Adu Kasus KM 50 ke Pengadilan HAM Internasional, Muannas Alaidid Sebut Mabok Tingkat Dewa! Kredit Foto: Instagram/Muannas Alaidid

Direktur Eksekutif Pemberantasan Mafia Hukum Muannas Alaidid mengkritik habis langkah eks Petinggi Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) yang akan melaporkan kasus KM 50 ke pengadilan hak asasi manusia (HAM) internasional.

Muannas menilai Rizieq tidak punya pemahaman yang cukup soal kasus pembunuhan terhadap enam laskar FPI tersebut. Menurutnya, kasus itu tidak termasuk dalam kejahatan HAM.

"Rizieq ini sudah mabuk tingkat dewa dia tidak paham hukum mestinya bisa membedakan mana tindak pidana biasa seperti Peristiwa KM 50 dan Kasus-kasus Kejahatan HAM," kata Muannas saat dikonfirmasi Populis.id, Senin (14/11/2022).

Baca Juga: HRS Ngaku Simpan Bukti Mobil dalam Peristiwa KM 50: Bukti Penting Kejahatan dan Kesadisan Genk KM 50

Lagi pula, kasus yang terjadi di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek pada Desember 2020 lalu itu sudah ada keputusan yang inkracht dari pengadilan. Sehingga, apabila HRS kurang puas dengan hasilnya, langkah yang diambil semestinya mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

"Perkara KM 50 itu sudah inkracht atau dengan kata lain kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap, bila masih ada pihak yang tidak puas silahkan ajukan upaya hukum luar biasa melalui Peninjauan Kembali," ujarnya.

Baca Juga: Benarkan Ada Satu Mobil Bekas Berondongan Aparat di KM 50, Omongan Tangan Kanan HRS Ngeri-ngeri Sedep: Kalau Tidak Diusut, Kami Tunggu...

Tidak sampai disitu, HRS juga perlu memunculkan bukti-bukti baru yang bisa menambah ataupun membantah putuskan pengadilan sebelumnya jika ingin benar-benar mengajukan PK.

"Tentu syaratnya mesti terpenuhi menurut UU bilamana misal ada novum (bukti baru), putusan yang saling bertentangan atau setidaknya ditemukan salah penerapan hukum," ujarnya.

Muannas mengingatkan, pengajuan PK itu tidak mudah dan tidak cukup jika HRS hanya bermodal pengakuan sebagai korban. Karena harus mengikuti beberapa aturan yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP).

"Meski demikian mesti jelas juga legal standing punya alasan kuat untuk pengajuan PK sebagaimana sarat KUHAP, tidak cukup mengaku-ngaku sebagai korban, karena dalam perkara ini jelas korban sudah diwakili melalui negara," jelasnya.

Selanjutnya
Halaman

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover