Pertama, bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi Izin Usaha Penambangan (IUP), namun tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim, dan Bareskrim Polri karena adanya kedekatan Tan Paulin dan Leny dengan pejabat umum Polda Kaltim serta adanya intervensi dari unsur TNI.
Kedua, adanya kebijakan dari Kapolda Kaltim Irjen Pol Herry Rudolf Hanak untuk mengelola uang koordinasi dari pengusaha tambang batu bara ilegal secara satu pintu melalui Dirreskrimsus Polda Kaltim untuk dibagikan kepada Kapolda, Wakapolda, Irwasda, Dirintelkam, Dirpolairud, serta Kapolres yang wilayahnya terdapat kegiatan penambangan batu bara ilegal.
Selain itu, adanya penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha tambang batu bara ilegal kepada Kombes Pol Budi Haryanto (saat menjabat Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri) dan Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri, uang tersebut digunakan untuk kepentingan dinas yang tidak didukung oleh anggaran.
Ketiga, ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran, dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambangan batu bara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim, dan Bareskrim Polri.
Pak @mohmahfudmd silakan baca
— King Purwa (@BosPurwa) November 6, 2022
LHP sebelum kasus Sambo, gak mungkin disebut ada rekayasa Sambo. Jelas menyebut ada pembiaran terhadap aktifitas tambang ilegal di Kaltim atau tidak ada penindakan, dan adanya suap (uang koordinasi) yang diberikan kepada Kabareskrim AA. https://t.co/TLeYMZXLJL pic.twitter.com/jtbOIXM8pL