Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Iskan Qolba Lubis menyayangkan sikap pimpinan rapat paripurna yang memotong pembicaraannya. Padahal, anggota dewan diberi kesempatan berbicara selama tiga menit.
Tak terima pembicaraan disela, ia akhirnya memilih walk out saat rapat paripurna pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurut Iskan, tindakan memotong pembicaraan seharusnya tidak boleh dilakukan.
"Hak saya sebagai wakil rakyat, tidak boleh hak rakyat dibajak. Itu tiga menit saja tidak dikasih, terus ada apa dengan DPR ini? Ini DPR jadi demokrasi atau enggak? Itu yang bikin saya tadi marah-marah," katanya kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (06/12/2022).
Dalam RKUHP yang telah dijadikan undang-undang itu, Iskan menjelaskan bahwa fraksi PKS menolak Pasal 240. Di mana pasal tersebut menyebut penghina pemerintah di muka umum dapat dipidana 3 tahun penjara.
Selain itu, kata dia, dirinya juga menolak Pasal 218 perihal larangan menghina presiden dapat dipidana 3 tahun kurungan.
"Ini akan mematikan demokrasi dan mematikan perjuangan mahasiswa. Nanti juga wartawan tidak bebas ngomong karena ini menjadi pasal karet dan Indonesia berubah dari negara hukum menjadi semacam monarki," ujar Iskan.
Terkait penghinaan presiden, Iskan berasumsi bahwa pasal tersebut masih multitafsir. Seharusnya, kata dia, lembaga negara boleh dikritik, karena dia adalah pelayan rakyat.
"Misalnya mengatakan di sini tidak ada pelayanan rakyat, lalu dia dipidana. Lalu apa gunanya bernegara? Rakyat sudah ngasih sama pemerintah yang namanya pajak, boleh dong kritik. Jangan sampai partai ambil kedaulatan rakyat," tegas anggota Komisi VIII ini.
Baca Juga: PKS Keukeuh Tolak Pasal Penghinaan Presiden, Sekaligus Minta LGBT Dilarang di RKUHP
Selain itu dirinya juga tegas meminta agar larangan Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) masuk ke RKUHP. Menurutnya, Indonesia tegas menolak tindakan tersebut karena bertentangan dengan norma dan nilai yang dianut di Indonesia.
"LGBT sebagai privasi enggak masalah. Tapi jangan dipaksain dong harus begini. Sebagai warga negara kita lindungi, jangan memaksakan ke masyarakat, masyarakat kan beragam," sambung Iskan.