Kunjungan Anies Baswedan di Kota Padang, Sumatera Barat baru-baru ini sebagai bakal calon presiden dari Partai Nasdem mendapat sambutan dari sejumlah kader Partai Amanat Nasional (PAN) yang turut mendeklarasikan mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Kontradiksi itu tentunya menimbulkan pertanyaan terkait arah politik PAN terhadap Pemilu 2024. Karena, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebelumnya terang-terangan untuk mempertimbangkan usulan mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) lantaran Ganjar selalu unggul dalam berbagai survei.
Ketika ditanya mengenai kader yang melakukan penyambutan atas kedatangan Anies, Zulhas mengatakan hal itu masih wajar, mengingat saat ini partainya belum memutuskan capres yang diusung.
“Boleh, kan belum diputuskan siapanya,” tutur Zulhas di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).
Sebelumnya juga, ada perwakilan kader PAN pendukung Anies Baswedan, Tengku Zulmizan Assegaf menyebut, mereka datang dalam mendukung Anies mewakili kader yang lain.
"Kami mewakili kader PAN Provinsi Riau. Saya Tengku, sehari-hari saya adalah Ketua Bappilu PAN Provinsi Riau dan kawan-kawan saya, Sam Surya Hasim, Jelawati Jafar, Deni Setiadi dan Mahendra adalah pengurus DPW PAN Riau," tuturnya.
Namun dalam deklarasi dukungan, mereka ngaku datang atas nama pribadi bukan dengan partainya.
"Yang menjadi catatan, kami datang ke sini tidak membawa nama institusi. Kami datang mewakili aspirasi pribadi sebagai kader PAN," ujarnya.
Mengenai hal itu, pengamat politik dari The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono mengatakan deklarasi yang dilakukan mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta itu oleh Kader PAN di Riau bisa jadi merupakan bentuk kekecewaan terhadap pengurus pusat.
"Deklarasi kepada Anies bisa jadi bentuk kekecewaan kepada pengurus pusat. Hal ini bisa terjadi partai politik lainnya, dengan mendukung bagi calon presiden yang berbeda dengan pengurus pusat," tuturnya saat dihubungi suara.com, dilansir pada Kamis (8/12/2022).
Ia menilai seharusnya parpol melakukan reformasi di internal dengan membuka ruang demokrasi terhadap rekrutmen pejabat publik.
"Rekrutmen harus mengedepankan sistem meritokrasi dan kesetaraan gender. Bukan hanya memenuhi kepentingan kekerabatan atau kelompok atau golongan, serta pertimbangan favoritisme yang selama ini sering diterapkan untuk kepentingan jangka pendek dan pragmatis semata," katanya.
Menurutnya, setiap partai diharapkan melakukan mekanisme pencalonan yang menyerap aspirasi dari pengurus daerah.
"Jangan sampai hanya pengurus pusat atau segelintir orang yang memutuskan siapa calon yang didukung," pungkasnya.
Lihat Sumber Artikel di Suara.com Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Suara.com.