Pengamat Terorisme, Harist Abu Ulya menyebutkan bahwa cukup aneh ketika pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar menempelkan kecaman kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Harist menganggap bahwa bisa jadi kertas tersebut sebagai bentuk pengalihan agar masyarakat tidak menemukan motif sebenarnya si pelaku.
"Jadi justru yang unik adalah ditemukan selembaran yang terkait dengan rancangan undang-undang KUHP. Jadi dicantolkan dengan isu itu. Itu bisa jadi itu adalah membuat masyarakat bias terhadap apa yang dilakukan," katanya kepada awak media, Rabu (07/12/2022).
Menurutnya, belum pernah ada aksi yang terkait dengan pengesahan suatu undang-undang. Ia berasumsi bahwa pengesahan KUHP bukan suatu alasan kuat untuk melakukan aksi bom bunuh diri.
"Sebenarnya bukan itu motifnya. Karena dari sekian momentum, itu ndak menemukan cantolan dari aksi itu. Jadi saya katakan, itu tidak populer. Ada isu internasional di Indonesia tentang G20. Kenapa enggak ambil itu untuk cantolan?," tuturnya.
Ia menilai bahwa aksi-aksi terorisme selama ini dilakukan untuk menarik perhatian, misalnya untuk menunjukkan eksistensi. Ia beranggapan, motif sebenarnya bukan soal KUHP, tapi justru mengarah pada dendam pribadi.
"Bisa jadi menurut saya motivasi bukan itu sebenarnya. Tapi ini soal dendam pribadi. Bisa dilacak dari peristiwa-peristiwa sebelumnya," ungkapnya.
Baca Juga: Bom Bunuh Diri di Polsek Astana Anyar, Politisi PDIP Minta Ungkap Aktor Intelektual
Jadi, kata dia, mungkin teman-teman mereka banyak ditangkap di beberapa tempat. Artinya aksi ini adalah respon balik dari orang-orang tertentu yang melihat kawannya ditangkap oleh aparat kepolisian.
"Andaikan benar itu tindakan yang dilakukan oleh kelompok tertentu, maka ini tindakan nekat yang didorong juga kompleksitas masalah. Ada masalah keluarga, ada masalah pribadi. Ini fenomena depresi sosial," tuturnya.