Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, menepis tudingan yang menyebutnya tidak konsisten karena mendukung penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Seperti yang diketahui, La Nyalla sempat mengusulkan agar masa jabatan Jokowi ditambah 2-3 tahun. Namun, usulan tersebut bersamaan dengan pernyataan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, terkait penundaan Pemilu 2024.
Baca Juga: Jokowi Dapat Rumah dari Negara di Colomadu, Gibran Jawab Santai: Anggap Saja Enggak Tahu..
Saat berbincang dengan Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun, La Nyalla menegaskan bahwa dirinya tidak pernah meminta Jokowi untuk menjabat tiga periode.
“Saya dulu ngomong bahwa tidak ada tiga periode, dan sampai sekarang pun saya tidak pernah ngomong ada tiga periode. Kapan saya ngomong? Anda aja yang asal ngomong,” ucapnya dikutip Populis.id dari kanal YouTube Refly Harun yang diunggah pada Sabtu (17/12/2022).
La Nyalla menegaskan kalau dirinya hanya meminta masa jabatan Jokowi ditambah sampai proses addendum UUD 1945 selesai demi mengembalikan konstitusi Indonesia ke jalur yang benar.
Ia menyampaikan, “Sambil menunggu addendum, kita minta Pak Jokowi diperpanjang dulu 2-3 tahun, untuk mengawal addendum selesai. Kalau addendum selesai dalam satu tahun, kenapa tidak? Kan kita bicara yang paling jelek.”
Selain itu, La Nyalla juga menyinggung potensi Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan dilakukan oleh MPR seperti dulu. Pasalnya, ia merasa Indonesia sudah salah kaprah dan mengarah ke paham liberal, bukan Pancasila.
Baca Juga: Kaget CCTV Kompleks Duren Tiga Rekam Brigadir J Masih Hidup, Ferdy Sambo: Saya Tidak Terpikirkan...
Menurutnya, jika ingin menegakkan Pancasila, maka harus kembali ke UUD 1945 di mana tidak ada Pilpres secara langsung yang dipilih oleh rakyat.
“Kalau (Jokowi) enggak mau (menambah masa jabatan selama addendum UUD 1945), ya kita kembali lagi ke arah liberal. Ingat lho ya, kita sekarang dibohongi dengan sistem UUD 2002, itu sistemnya liberal. Kita ini mau menegakkan Pancasila apa bukan?” pungkasnya.
La Nyalla melanjutkan, “Kalau kita mau menegakkan Pancasila, kita harus kembali ke UUD 1945, pemilihannya tidak ada Pilpres langsung. Pilpres-nya melalui MPR. Kalau kita Pilpres langsung, kita arahnya liberal.”
Ia bahkan menilai bahwa pihak-pihak yang menolak Pilpres oleh MPR justru merupakan kaki tangan oligarki. “Jadi kalau enggak ngerti, jangan asal ngomong, gitu aja,” tegasnya.