Pengacara keluarga Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) Kamaruddin Simanjuntak mengaku pihaknya tetap tidak percaya pada pengakuan terdakwa Putri Candrawathi yang mengaku dibanting terus diperkosa hingga semaput oleh Brigadir J.
Kamaruddin mengaku sangsi, omongan Putri Candrawathi dinilai mengada-ada, Putri dan suaminya Ferdy Sambo dinilai sedang membual sebab jika pemerkosaan itu benar terjadi, maka kondisi Putri Candrawathi jelas berantakan terutama pakaiannya, sebab ada unsur pemaksaan. Namun yang terjadi kata Kamaruddin, kondisi Putri Candrawathi tetap rapi usai mengklaim dirinya dilecehkan Brigadir J.
"Pemerkosaan sebagaimana dimaksud pasal 285 KUHP adalah pemaksaan masuknya alat kelamin pria ke perempuan. Ini berarti pakaian atau celana daripada Putri harus dipelorotin. Lalu katanya diperkosa menjadi pingsan. Pertanyaannya, siapakah yang memakaikan kembali celana daripada Putri Candrawathi? Apakah Kuat Maruf atau Susi. Inilah tugas Hakim untuk bertanya," kata Kamaruddin dalam tayangan di channel YouTube Uya Kuya TV dilansir Populis.id Minggu (18/12/2022).
"Bila benar dia diperkosa dan pingsan atau setengah pingsan seperti yang dikatakan kuasa hukumnya Febri, maka siapakah yang memakaikan celananya atau bajunya? Itu yang pertama," tambahnya.
Kamaruddin melanjutkan, apabila peristiwa pemerkosaan di Magelang, Jawa Tengah itu benar terjadi, maka pakaian Putri Candrawathi yang dikenakan ketika peristiwa itu berlangsung seharusnya dijadikan alat bukti. Namun hingga kini, kubu Putri Candrawathi bahkan tak mampu menunjukan satupun alat bukti untuk memperkuat tudingan mereka.
"Yang kedua, celananya apakah disita menjadi barang bukti atau tidak. Yang berikutnya, apakah bajunya, kancingnya dicopot atau ada yang sobek atau tidak. Karena yang namanya diperkosa pasti wanitanya minimal meronta-ronta. Atau mencakar pemerkosanya. Atau bajunya robek-robek karena dipaksa, karena ada perlawanan kaki dan tangan," kata Kamaruddin.
Kamaruddin lantas mengatakan, jangan sampai kejadian di Magelang yang diklaim sebagai aksi pemerkosaan itu justru peristiwa yang dilakukan karena suka sama suka.
"Karena kalau tidak melawan, artinya suka sama suka," ujarnya.
Selain itu kata Kamaruddin jika memang ada pemerkosaan maka dipertanyakan apakah dilakukan visum et repertum atau visum et psikiatrum.
"Karena tugas polisi pertama kali jika ada korban pemerkosaan adalah mengirim korban ke rumah sakit, korban ini di visum et repertum supaya diperiksa. Kalau dia korban pemerkosaan berarti alat kelaminnya rusak atau lecet. Kalau basah, berarti suka sama suka gitu ya," kata Kamaruddin.
Namun kata Kamaruddin karena tidak pernah terjadi pelaporan polisi, maka tidak berhak lagi kuasa hukum mengatakan pemerkosaan.
"Karena yang dia bilang ada di luar sana tanpa pernah dilaporkan ke polisi, itu hanyalah omong kosong. Seperti orang Batak yang lagi mabok tuak," ujar Kamaruddin.