Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad turut mengomentari sejumlah pasal dalam KUHP terbaru. Salah satunya adalah pasal yang mengurangi hukuman bagi para koruptor. Menurut Samad dengan adanya pasal tersebut, maka penegakan hukum di Indonesia justru mengalami kemunduran.
"Ini kemunduran menurut saya, sangat mundur. Pertama memangkas, kedua menarik undang-undang yang sifatnya lex spesialis menjadi undang-undang yang sifatnya umum," di Gedung 18 Office Park, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (20/12/2022).
Baca Juga: Abraham Samad Lantang Jawab Opung Luhut yang Minta KPK Setop OTT, Pasang Kuping Baik-baik!
Samad mengatakan dengan adanya pasal tersebut, pemerintah dan legislatif seolah-olah memandang korupsi adalah kejahatan yang wajar dan dapat dimaklumi, idealnya kata dia, para koruptor yang menilap uang negara seharusnya dihukum seberat-beratnya sebagai pembelajaran.
Bagi Samad pemangkasan hukuman bagi koruptor menjadi pintu masuk gagalnya pemerintah Indonesia memerangi korupsi di negara ini, sebab ketika hukuman diringankan, maka praktik korupsi dikhawatirkan semakin subur.
"Bahkan kalau di luar, di luar di Indonesia, Eropa, Amerika, orang menyebutkan korupsi itu adalah white colour crime, kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang kerah putih ya," jelasnya.
Abraham Samad mengaku lebih sepakat jika ancaman pidana minimum untuk koruptor ditempatkan di dalam undang-undang yang bersifat khusus. Sebab, dengan pengurangan ancaman pidana itu, masyarakat tidak bisa berharap banyak lagi dalam pemberantasan korupsi.
"Negara ingin berdamai? Padahal kan seharusnya negara tidak boleh berdamai dengan tindakan itu," katanya.
Untuk itu, Abraham Samad mengingatkan agar semestinya negara harus bisa melakukan perlawanan terus-menerus tanpa henti terhadap kejahatan korupsi.
"Jadi kalau saya katakan ya dengan dipreteli hukuman seolah-olah yang saya tangkap negara, ingat ya negara, ingin berdamai dengan kejahatan korupsi. Itu yang saya tangkap," pungkasnya.
Perlu diketahui, KUHP mengatur terkait pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pasal 603 yang berbunyi: "Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI."
Pasal 604 berbunyi: "Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI."
KUHP mengatur terkait pemberantasan tindak pidana korupsi, namun hukuman pidananya mengalami penurunan. Pada pasal 603 disebutkan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu, koruptor juga dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar.
Bila dilihat dari hukuman yang diterima koruptor, pidana penjara pada RKUHP itu lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa koruptor bisa mendapat hukuman penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan didenda paling sedikit Rp200 juta.