Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan turut memberi tanggapan usai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menyebut kalau operasi tangkap tangan (OTT) itu membuat negeri ini jelek dan meminta KPK tidak sering menggelar OTT.
"Katanya dilakukan pengawasan dengan digitalisasi, tapi jangan-jangan yang dilakukan hanya elektronisasi. Akhirnya pengawasannya nggak berjalan," ujar Novel dari twitter @nazaqistsha yang dikutip Populis.id pada Rabu (21/12/2022).
Menurutnya, tentu penyimpangan atau potensi korupsi malah menjadi besar, kembali yang dirugikan adalah negara.
"Jangan sampai digitalisasi jadi modus seolah ada pengawasan," kata dia.
Pernyataan Novel ini untuk menanggapi cuitan pegiat media sosial, Umar Hasibuan yang memberi kritikan ke Luhut. Umar pun membalas cuitan Novel.
"Itulah mas. Kenapa ott sekarang dipermasalahkan? Padahal karena ott banyak duit negara yang diselewengkan bisa dicegah agar tidak lebih banyak lagi dan karena ott duit korupsi bisa dikembalikan ke kas negara," ujar @UmarHasibuan77.
"Suram banget pemberantasan korupsi dinegeri ini mas," sambungnya.
Sebelumnya, Luhut menyampaikan kepada KPK agar tidak perlu lagi melakukan OTT jika digitalisasi diterapkan di berbagai sektor. Menurutnya, OTT sangat tidak baik bagi keberlangsungan bernegara.
"Bukan jelek, ya jelek buat kita dong, karena kita bikin peluang ada OTT, kalau semua udah digitalize kan enggak mungkin lagi ada OTT, bagus kan,” kata Luhut kepada wartawan pada Selasa (20/12/2022).
Dalam sambutannya menghadiri Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 yang digelar KPK bersama sejumlah kementerian/lembaga di kawasan Jakarta Pusat, Luhut mengemukakan dampak positif dari digitalisasi.
Salah satunya, sudah terdapat 14 pelabuhan di Indonesia yang terdigitalisasi. Hal itu menurutnya harus disambut positif. Ditargetkan, selanjutnya harus ada 149 pelabuhan kecil terdigitalisasi. Lebih jauh, dia memaparkan soal E-Katalog yang merupakan salah satu contoh digitalisasi. Di dalamnya bisa dimasukan perputaran uang senilai Rp1.600 triliun.
"Yaitu Rp1.200 triliun dari belanja pemerintah dan Rp400 triliun belanja dari BUMN. Itu sama dengan 105 miliar dolar (Amerika Serikat)," kata Luhut.
Iya bang
— novel baswedan (@nazaqistsha) December 20, 2022
Katanya dilakukan pengawasan dgn digitalisasi, tp jgn2 yg dilakukan hanya elektronisasi. Akhirnya pengawasannya nggak berjalan.
Dan tentu penyimpangan / potensi korupsi mjd besar, kembali yg dirugikan adl negara.
Jgn sampai digitalisasi jadi modus seolah ada pengawasan.