Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menegaskan bahwa Pemilu 2024 harus berjalan sesuai jadwal yang ditentukan konstitusi. Tidak boleh mundur atau ditunda.
"Satu, sesuai dengan komitmen, kesepakatan dan keputusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu bahwa Pemilu 2024 dilaksanakan 14 Februari 2024, tanpa perubahan apapun. Istilah sekum PP Muhammadiyah adalah Pemilu harga mati," kata Haedar saat menerima silaturahim komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/1/2022).
Dia melanjutkan, artinya KPU menjamin berdasarkan konstitusi juga di mana dalam pandangan KPU tadi selain luber jurdil, dilaksanakan lima tahun sekali.
Baca Juga: Sekjen PDIP Ungkap Tiga Kriteria Capres yang Bakal Diusung, Megawati Pilih Ganjar atau Puan?
“Itu sesuai UUD 1945. Artinya selesai dan tidak perlu lagi mengambangkan wacana-wacana yang tidak perlu," imbuhnya.
Hal kedua, Muhammadiyah berharap selain pemilu luber jurdil dan pasti lima tahun, juga ada suasana nyaman, aman, gembira dan berkualitas (proses hingga hasilnya).
Gembira itu, menurut dia, agar ketika masuk ke bilik suara termasuk sebelumnya juga tidak saling bersitegang, berhadap-hadapan tetapi nikmati sebagai sebuah kontestasi yang mengeluarga. "Nah itu kita ciptakan bersama," ujarnya.
Kemudian yang ketiga, Haedar menuturkan sesuai dengan amanat muktamar, sambil menunggu ketetapan dari MK, dia berharap tidak lagi ada pembelahan politik.
Baca Juga: Megawati Mengutus Sekjen PDIP Temui Jokowi di Istana, Ada Apa?
Dia mengimbau agar KPU, Muhammadiyah, Parpol, pemerintah, dan berbagai komponen bangsa, termasuk media bersama-sama untuk tidak menciptakan pembelahan politik.
"Maka pastikan pemilu itu juga tidak lagi menciptakan kondisi untuk pembelahan bangsa. Termasuk himbauan kami kepada seluruh elite di negeri tercinta ini karena elit adalah teladan bangsa," tuturnya.
Terakhir, Haedar berharap ada kesadaran kolektif bahwa pemilu adalah ajang untuk membangun persatuan bangsa, membangun kemajuan.
Pemilu harus menjadi titik di mana berdemokrasi itu betul-betul bukan hanya memperebutkan kursi. Tetapi ada hikmah kebijaksanaan.
Siapapun nanti yang menang dan menduduki posisi di pemerintahan dan legislatif, menurut Haedar, itu amanat terbesar dan terberat, bukan sesuatu yang harus dirayakan dengan pesta pora, tetapi sebagai tanggung jawab yang luhur tapi berat.
"Begitu juga jika nanti tidak memperoleh kesempatan atau kekuasaan posisi kursi, juga dengan lega hati untuk tetap berkhidmat untuk bangsa dan negara. Nah jika itu terlaksana tentu jadi hal yang kondusif," imbuhnya.
Haedar juga berharap kejadian memilukan yang mencoreng gelaran pemilu tidak terulang lagi.
"Dan kami juga berharap pengalaman yang lalu 894 petugas KPPU yang meninggal tidak perlu terulang lagi, maka seluruh pihak perlu saling membantu dan tentu Muhammadiyah juga akan ikut membantu agar pelaksanaan pemilu ini dapat berjalan dengan baik, " tegasnya.
Lihat Sumber Artikel di Republika Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Republika.