Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail mengaku akan memanggil petinggi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta khususnya Perumda Pasar Jaya untuk menindaklanjuti dugaan korupsi bantuan sosial senilai Rp 2,85 triliun tahun 2020 lalu.
"Kami tadi rapat internal untuk mengatur schedule rapat kerja dengan mitra, termasuk BUMD. Nah, hal seperti ini (soal dugaan korupsi bansos), pertanyaan seperti ini, insya Allah akan kita masukkan ketika kita masuk ke jadwal dengan Pasar Jaya," kata Ismail di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (16/1/2023).
Berdasarkan agenda yang sudah disusun, Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan bahwa pemanggilan petinggi Perumda Pasar Jaya akan dilakukan pada pertengahan Februari mendatang.
"Karena Januari sudah penuh. Pertengahan (Februari) ke atas," jelasnya.
Terkait pemanggilan itu, Ismail menegaskan pihaknya hanya bisa memanggil Direktur Utama Pasar Jaya yang menjabat saat ini, bukan Direktur yang menjabat tahun 2020 yang diduga menjadi tahun terindikasi korupsi bansos DKI.
"Karena kalau yang lama itu udah masuk ranah dari inspektorat, BPKP, dan KPK kalau mungkin memang terindikasi kuat adanya korupsi," pungkasnya.
Sebelumnya, pegiat media sosial Rudi Valinka membocorkan dugaan korupsi bantuan sosial atau bansos milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2020 ketika masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan. Berdasarkan temuan, dugaan korupsi itu mencapai Rp2,85 triliun.
"Temuan Dugaan Korupsi Program Bansos Pemprov DKI tahun 2020 senilai Rp. 2.85 Triliun. Hasil audit forensik Ernst & Young yang belum dibuka ke publik nih," kata Rudi dikutip dari Twitter pribadinya @kurawa, Selasa (10/1/2023).
Rudi mengatakan bahwa dugaan tersebut berawal dari info seorang pengungkap fakta yang mengabarkan adanya penimbunan beras bansos milik perumda Pasar Jaya tahun anggaran 2020 yang masih tersimpan di Gudang sewaan di Pulogadung.
Pasar Jaya merupakan salah satu perusahaan BUMD yang dipilih Dinas Sosial DKI sebagai rekanan untuk menyalurkan bansos berupa paket sembako. Terkait hal itu, Pasar Jaya mendapat porsi senilai Rp2.85 triliun.
"Tidak ada alasan spesifik mengapa Dinsos DKI memberikan porsi yang sangat besar kepada Pasar Jaya apakah karena status perusahaan yang masih Perum (perusahaan umum) sehingga lebih mudah untuk administrasi cawe-cawenya," tuturnya.