Politisi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira menanggapi pernyataan wacana bahwa delapan Partai Politik di Parlemen akan berkoalisi untuk melawan Partai Banteng Merah di Pemilu 2024 mendatang.
Menurut Hugo, jika wacana tersebut bergulir karena terkait dengan wacana pemungutan suara coblos partai, maka itu hanya manuver politik untuk mempengaruhi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dimana, saat ini MK sedang menguji materi undang-undang Pemilu.
"Kalau itu berkaitan dengan sidang di MK soal Proporsional Terbuka/Tertutup, lebih tepatnya kita sebut sebagai manuver politik untuk mempengaruhi MK. Apakah MK akan tepengaruh? Kita lihat saja nanti," katanya kepada awak media pada Jumat (27/01/2023).
Namun, ia mengingatkan bahwa koalisi tersebut bakal bubar juga usai Mahkamah Konstitusi memberikan putusannya. Maka, partai politik sebaiknya menahan diri, tidak saling mendiskreditkan.
"Tetapi percayalah, setelah keputusan MK pasti yang dimaksud 'koalisi' akan bubar, karena setelah itu kepentingan Parpol-Parpol sudah berbeda lagi. Sehingga sebaiknya jangan latah menggunakan istilah yang kemudian menyesatkan," tegasnya.
Lebih jauh, ia menerangkan jika sejarah politik kepartaian di republik ini menunjukan tidak pernah ada koalisi, apalagi koalisi permanen. Seperti arti dan maksud suatu koalisi dalam terminologi literatur demokrasi dan kepartaian.
"Karena memang kebanyakan partai tidak didasari landasan ideologis yang kuat. Sehingga yang ada lebih bersifat kerjasama-kerjasama, proyek jangka pendek yang lebih bersifat pragmatis," tukasnya.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan ada wacana delapan partai politik di DPR membentuk koalisi untuk bertanding di Pilpres 2024 mendatang.
Dia menjelaskan bahwa koalisi tersebut diisi dengan delapan partai yang kompak menolak sistem pemilu proporsional tertutup alias coblos partai. Artinya, delapan partai ini bakal melawan PDIP yang setuju proporsional tertutup.