Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan menyoroti tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Bharada E.
Diketahui, JPU menolak pledoi atau nota pembelaan dari Richard Eliezer. Jaksa tidak ingin meringankan tuntutan hukuman yang diajukan oleh mereka karena telah ditentukan dari parameter penentuan sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Mengenai SOP itu, Asep menyebut dalam menjatuhkan hukuman rezim acara harus berdasarkan Undang-Undang. Ia menilai tuntutan hukuman bagi Bharada E seharusnya paling ringan dibandingkan terdakwa lainnya, karena sebagai justice collaborator (JC).
“Ada pasal 55 penyertaan, penyertaan itu ada batasannya untuk pelaku dari yang menyeruh untuk melakukan. Pelaku yang menyuruh melakukan terus di bawah. Kita juga ada undang-undang LPSK Pasal 10A dan penjelasannya, yang paling ringan di pelaku-pelaku lain para pihak lain, paling ringan,” ujar Asep dilansir dari MetroTV pada Selasa (31/1/2023).
Ia merasa heran dan kesal dengan pernyataan dan keputusan jaksa yang tak sesuai dengan Undang-Undang.
“Jadi Undang-Undang mengatur, kalau SOP dipakai dan bertentangan dengan Undang-Undang, nggak tahu sekolahnya dimana. Ngerti nggak hierarki perundang-undangan, ada pembentukan peraturan perundang-undangan,” lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa SOP yang dibuat oleh aturan internal, tak berlaku jika itu bertentangan dengan Undang-Undang.
“Undang-Undang jelas harus paling ringan dan itu harus mengacu pada Undang-Undang. KUHP adalah Undang-Undang, Undang-Undang 1945 Pasal 24 Ayat 5,” ujarnya.
Ia bahkan sampai menuding dan curiga bahwa ada tangan yang bermain di balik keputusan jaksa yang menuntut Bharada E 12 tahun penjara dan menolak pledoinya.
“Jadi, kalau mengatakan SOP, nggak tahulah saya harus mengatakan apalagi. Atau tangan-tangan halus pasti bermain,” lanjutnya.