Ahli Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho, mengungkap dugaan soal alasan mengapa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak berani menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman mati.
Sebagai informasi, Ferdy Sambo yang merupakan salah satu terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J telah menjalani sidang pembacaan duplik pada Selasa (31/1/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca Juga: Tak Main-main! Depak 6 Menteri Sekaligus, Jokowi Bersihkan Kabinet dari Para Pengkhianat
Sidang tersebut menyusul pleidoi atau nota pembelaan Ferdy Sambo yang ditolak oleh JPU sehingga eks Kadiv Propam itu tetap dituntut dengan hukuman penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan Brigadir J.
Tuntutan terhadap Ferdy Sambo itu sendiri memang menimbulkan pro dan kontra. Apalagi jaksa menggunakan Pasal 340 yang hukuman maksimalnya adalah pidana mati.
Meski begitu, Hibnu memiliki pendapat yang berbeda dengan menyoroti praktik moratorium alias penundaan hukuman mati yang ada di Indonesia.
“Hakim harus melihat bahwa sekarang lagi 'moratorium' hukuman mati. Kalau terkait yuridis pasti dimungkinkan. Pertanyaannya, penuntut umum untuk menuntut itu apa bisa dilaksanakan atau tidak?” tanyanya dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi di kanal YouTube tvOneNews, dikutip Populis.id pada Rabu (1/2/2023).
Ia menambahkan, “Ketika penuntut umum minta dijatuhkan pidana mati, dan ternyata majelis menjatuhkan pidana mati, sekarang ada 'moratorium' pidana mati, berarti kan tidak jadi dieksekusi.”
Setelah itu, ia mengingatkan soal perkembangan pelaksanaan pidana mati di Indonesia. Menurutnya, justru masih ada ratusan pidana mati yang mengantre untuk dieksekusi.
Pidana mati yang terakhir dieksekusi di Indonesia adalah bandar narkoba yang bernama Freddy Budiman.
“Setelah itu tidak ada. Ini memang suatu polemik, kaitannya HAM, apalagi RKUHP yang sekarang menganulir pidana mati. Pidana mati di RKUHP itu bersyarat,” pungkasnya.
Hibnu melanjutkan, “Inilah dilematis terhadap eksekusi mati. Makanya yang paling tepat adalah (hukuman penjara) seumur hidup.”
Namun, Hibnu menilai Majelis Hakim akan tetap memvonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo, sedangkan terdakwa lain kemungkinan besar lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, termasuk Putri Candrawathi.
Ia menjelaskan, “Tampaknya kalau nanti pembelaannya bisa memberi kontribusi yang baik, ya bisa turun. Tapi kalau tidak, karena Bu PC sebagai pemicu dan ini menjadikan sebagai polemik sampai Penuntut Umum memutus 8 tahun.”
“Ini luar biasa, saya melihatnya sebagai aspek gender, sebagai ibu yang bertanggung jawab pada anaknya, keluarganya, suaminya sudah dipidana seumur hidup, ini pertimbangannya sangat luar biasa, oleh karena itu tampaknya kalau naik agak sulit,” sambungnya.