Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menyoroti sikap Kejaksaan Agung yang sampai sekarang belum mengajukan bandingan atas vonis ringan buat Bharada Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J). Adapun Bharada Eliezer divonis 18 bulan setelah sebelumnya dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Menurut Sugeng, diamnya Kejagung yang tak mengajukan banding atas vonis ringan tersebut merupakan sebuah sikap yang tak lazim, sebab biasanya kejagung langsung gerak cepat melakukan banding jika vonis satu perkara ternyata jauh lebih rendah dari tuntutan JPU.
Sugeng mengatakan, Kejagung jelas sudah memikirkan matang-matang mengenai hal, mereka urung naik banding karena mereka juga berpihak pada suara rakyat yang memang menginginkan Bharada Eliezer dihukum ringan.
“Ketidak laziman sikap aparat penegak hukum tidak banding Jaksa adalah langkah APH berpihak pada suara publik,” kata Sugeng kepada wartawan Kamis (16/2/2023).
Sugeng mengapresiasi langkah Kejagung yang melakukan banding tersebut, dia mengatakan sikap Kejagung melengkapi kemenangan publik atas vonis hukum ringan Bharada Eliezer.
Menurut Sugeng, vonis ringan terhadap Bharada Eliezer adalah keputusan yang tepat lantaran yang bersangkutan sudah membantu aparat membongkar kasus pembunuhan di Duren Tiga, Jakarta Selatan yang penuh skenario busuk Ferdy Sambo itu.
“Langkah Kejaksaan Agung tidak mengajukan banding melengkapi kemenangan Rakyat yang mendukung Eliezer sejak awal membuka tabir kasus pembunuhan Brigadir Joshua,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui Bharada Eliezer divonis ringan setelah dituntut 12 tahun penjara, vonis ringan ini disambut antusias masyarakat indonesia, Masyarakat mengapresiasi keputusan itu sebab kejujuran Bharada Eliezer membongkar kasus ini mesti diganjar dengan vonis setimpal.
Bharada Eliezer adalah satu-satunya terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua dengan vonis paling ringan. Sementara vonis paling berat dijatuhkan untuk Ferdy Sambo yang dianggap sebagai otak di balik pembunuhan itu, eks Kadiv Propam Polri itu divonis hukuman mati, sementara istrinya divonis 20 tahun penjara, sedangkan Kuat Ma’ruf 15 tahun dan Bripka Ricky Rizal 13 tahun penjara.