Koalisi Perubahan yang beranggotakan Partai NasDem, PKS, dan Partai Demokrat dinilai seolah tengah dikeroyok dan melawan kekuatan besar, seperti Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), dan PDI Perjuangan.
Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menganggap wajar jika koalisi lain dianggap sebagai kekuatan besar. Hal itu karena siapa pun pasangan capres-cawapres yang diusung mereka kemungkinan berasal dari orang-orang kubu pemerintahan Jokowi.
"Kelompok KIB, KKIR, dan PDIP akan mengusung capres untuk melanjutkan program Jokowi. Karena itu, siapa pun capres yang mereka usung bertujuan untuk mempertahankan status quo," ungkap Jamiludin Ritonga yang dikutip pada Senin (20/2/2023).
Menurutnya, ada kecenderungan dua poros pengusung capres-cawapres dalam Pilpres 2024 mendatang dengan melihat fakta di lapangan saat ini.
Rakyat yang tidak puas dengan arah pembangunan saat ini akan memilih capres yang diusung Koalisi Perubahan, yakni Anies Baswedan.
Sementara itu, rakyat yang cenderung puas dengan pembangunan pasti akan memilih capres dari kubu pemerintahan.
"Karena itu, pasangan capres mana yang menang akan ditentukan perbedaan persentase pemilih yang pro status quo dan pro perubahan. Kalau lebih banyak pemilih yang pro status quo, maka yang berpeluang menang pasangan capres yang diusung KIB atau KKIR atau PDIP," lanjutnya.
Dari hal tersebut, kemenangan pasangan capres-cawapres tidak ditentukan banyak tidaknya partai yang mengusung dan mendukung.
Bahkan, Jamiluddin menilai Anies sangat berpeluang untuk menang jika rakyat menginginkan perubahan.
"Meskipun Anies diusung hanya tiga partai, namun bila mayoritas rakyat memang menginginkan perubahan, maka peluang menang sangat terbuka," jelasnya.
Lihat Sumber Artikel di Suara.com Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Suara.com.