Permendikbudristek 30 Tahun 2021 Harus Dilihat Secara Luas, Mas Menteri Cukup Merevisi...

Permendikbudristek 30 Tahun 2021 Harus Dilihat Secara Luas, Mas Menteri Cukup Merevisi... Kredit Foto: Puspa Perwitasari

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti menilai persoalan mengenai Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 harus dilihat dalam kerangka atau gambaran yang lebih luas.

Jika ada persoalan terkait frasa ‘tanpa persetujuan korban’ yang saat ini menjadi polemik di masyarakat, Agustina menilai Mendikbudristek Nadiem Makarim cukup merevisi hal tersebut.

“Ya kalau dirasa begitu (persoalan frasa), menterinya kan tinggal merevisi. Tetapi, kan harus melihat big picture yang lebih penting, yang harus dilihat. Bahwa, menteri mengeluarkan sebuah peraturan yang menjaga mahasiswa, dan itu penting,” ujar Agustina dilansir dari dpr.go.id pada Jumat (19/11/2021).

Baca Juga: Muhammadiyah Kekeh Minta Permen PPKS Dicabut, Tofa: Percayalah, Ini Soal Serius Bukan Soal Perut

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini mencontohkan, terdapat salah satu kampus yang tidak selesai dalam kasus kekerasan seksual. Hal itu karena mahasiswa yang menjadi korban tersebut, membutuhkan bimbingan dari dosen sehingga terjadi perlakuan yang tidak diinginkan.

“Dan itu tidak ada solusi. Dengan adanya permendikbud itu, jadi jelas aturannya,” tegas Agustina.

Karena itu, ia menegaskan payung hukum Permendikbud tersebut tidak harus melulu merujuk kepada RUU tentang Kekerasan Seksual. Sebab, selain RUU tentang Kekerasan Seksual tersebut masih dalam pembahasan di tingkat Panja Badan Legislasi DPR RI, juga ada aturan undang-undang lainnya yang terkait dengan pidana.

“Tidak harus (undang-undang) kekerasan seksual. Banyak undang-undang tentang kekerasan. Banyak. Undang-Undang pidana seperti KUHP juga bisa,” tambahnya. 

Baca Juga: 2 Tokoh Perempuan yang Berseberangan Gegara Permendikbudristek, Ini Dia...

Karena itu, ia setuju jika Mendikbudristek Nadiem Makarim membuat Permendikbud tersebut. Sebab, aturan tersebut adalah produk hukum dari menteri, bukan produk legislasi seperti undang-undang yang membutuhkan partisipasi publik secara luas.

“Kalau itu dirasa salah, yang salahnya itu yang mana? Lha wong itu melindungi mahasiswa kok. Apa gak boleh ada Peraturan Menteri yang melindungi mahasiswa dari kekerasan?” tanyanya.

Diketahui, Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi belakangan ini menuai polemik. Salah satunya adalah terkait frasa ‘tanpa persetujuan korban’ dalam beberapa pasal di dalamnya.

Bagi pihak yang kontra, frasa tersebut dinilai menjadi salah satu upaya untuk melegalkan zina jika sentuhan atau tindakan seksual lainnya dilakukan dengan persetujuan atau suka sama suka (sexual consent).

Namun, bagi pihak yang mendukung, permendikbud ini menjadi aturan tegas untuk melindungi korban, terutama kaum perempuan yang selama ini tidak diberikan ruang atau kesempatan untuk membela diri jika terjadi kekerasan seksual yang dialaminya.

Terkait

Terpopuler

Terkini