Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan penyanderaan pilot maskapai Susi Air, Kapten Philips yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tidak terkait dengan penangkapan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Katanya, tindakan KKB pimpinan Egianus Kogoya tak berhubungan dengan daerah otonomi baru (DOB) Papua.
"Tidak, ini yang menyandera orang asing ini (pilot Susi Air) adalah (Egianus) Kogoya. Kogoya ini sejak bertahun-tahun lalu sebelum ada urusan Enembe, sebelum ada DOB itu memang sudah memberontak," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (21/2/2023).
"Tidak ada kaitannya dengan DOB dan (kasus dugaan korupsi) Lukas Enembe," kata dia menambahkan.
Mahfud mengatakan, kelompok Egianus Kogoya memang sering kali menantang prajurit TNI untuk datang ke wilayahnya. Namun, saat aparat keamanan tiba di lokasi, Egianus Kogoya dan personelnya justru tak bisa ditemukan.
"Sudah selalu mengomongkan nantang-nantang 'ayo tentara datang ke sini'. Tapi sesudah dicari hilang. Seharusnya kalau sudah nantang, muncul," ujar Mahfud.
Baca Juga: Siap-siap! KPK Sebut Bakal Ada Tersangka Baru di Kasus Suap dan Gratifikasi Lukas Enembe, Siapa Dia?
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, KKB mengancam tidak akan melepaskan Kapten Philips, jika permintaan mereka tidak dipenuhi. Salah satunya, yakni keinginan agar Papua merdeka atau lepas dari Indonesia.
Namun, Mahfud mengklaim lokasi penyanderaan pilot asal Selandia Baru tersebut telah diketahui. Bahkan, kata dia, aparat keamanan sudah siap bergerak untuk menyelamatkan Kapten Philips.
Meski demikian, dia mengungkapkan, tindakan itu tertunda. Sebab, Pemerintah Selandia Baru telah memohon kepada Indonesia agar tidak melakukan tindak kekerasan. Sehingga tak menjadi masalah yang disorot oleh dunia internasional.
"Saya katakanlah, 'loh, saya sudah tahu loh tempatnya, koordinat berapa seperti itu. Kamu sudah kita kepung sekarang'. Tetapi begitu kita mau bergerak kan pemerintah Selandia Baru datang ke sini dan 'kami memohon tidak ada tindak kekerasan karena itu warga kami agar masalah ini tidak menjadi masalah internasional. Kalau internasional itu kita yang rugi pak'," ungkap Mahfud.
"Oleh sebab itu, kita masih tangani. Ditunggu saja, mudah-mudahan ada penyelesaian," kata dia menambahkan.
Lihat Sumber Artikel di Republika Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Republika.