Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Iwan Takwin masih belum bisa memberi kepastian kapan warga korban gusuran Jakarta International Stadium (JIS) era Gubernur Anies Baswedan dapat menempati rusunawa Kampung Susun Bayam (KSB).
Meski rusunawa KSB sudah diresmikan sejak era Anies, namun warga korban gusuran JIS masih belum diberi izin tinggal hingga saat ini. Iwan beralasan, pihaknya masih dalam tahap menyiapkan.
"Sesegera mungkin, jadi kalau kami kan dari Jakpro terus berproses nih menyiapkan semua, komponen-komponen apa yang harus kita siapkan, justifikasinya, kemudian pola operasinya nanti seperti apa, perhari, perbulan, perminggu," kata Iwan kepada wartawan, Rabu (1/3/2023).
Dalam kesempatan itu, Iwan sama sekali tidak menyinggung soal adanya penolakan warga terhadap biaya sewa yang ditetapkan oleh Jakpro. Kata dia, pihaknya hanya ingin memastikan bahwa semua fasilitas dapat berjalan dengan baik ketika warga sudah bisa menempati KSB.
"Karena ada fasilitas umum yang Jakpro harus bertanggung jawab memastikan itu tetap berfungsi, jalannya, penerangannya, tamannya, kemudian fasilitas-fasilitas yang ada di bawah, di tanahnya itu," ujarnya.
"Kemudian di tower-towernya itu, kita harus pastikan seperti aliran listrik dan utilitas itu kita harus pastikan, nah pola operasinya itu yang kita matangkan dengan strategi strategi kampung susun ini sendiri, bagaimana kita ini mengelola," sambungnya.
Sebelumnya, puluhan warga korban Gusuran Jakarta International Stadium (JIS) yang menamai diri sebagai Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB) merasa dibohongi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Jakarta Propertindo (JakPro).
Salah satu anggota PWKB, Sherly mengaku hingga saat ini pihaknya masih tak memiliki tempat tinggal pasca rumahnya digusur untuk keperluan membangun JIS era Gubernur Anies Baswedan. Menurutnya, sampai saat ini ada 75 KK yang tergabung sebagai anggota PWKB dan semuanya tinggal di tenda dengan keadaan seadanya.
"Saat ini masih di tenda. Ya makan seadanya, kita masih saweran untuk memenuhi kebutuhan," kata Sherly kepada wartawan di Balai Kota, Senin (20/3/2023).
Salah satu hambatan penempatan unit Rusun KSB itu karena adanya tarif sewa yang diminta oleh Jakpro. Awalnya Jakpro meminta warga untuk membayar tarif sebesar Rp.1,5 juta. Karena tidak adanya kesepakatan, Jakpro kemudian menurunkan harga tarif menjadi sesuai Pergub 55/2018 yakni sebesar Rp750 ribu.
Namun, warga masih merasa keberatan karena besaran biaya tarif unit KSB tersebut tidak sesuai dengan kemampuan warga yang terdampak gusuran JIS. Padahal, Jakpro pernah mendatangi warga untuk mendata besaran tarif yang diinginkan.
"Warga sih pengennya yang sesuai kemampuan kami. Dari pihak Jakpro pernah datang ke pihak kami untuk tulis kemampuan kami. Harusnya itu yang dijadikan acuan," ujarnya.
Sherly mengatakan, mayoritas profesi dari anggota PWKB adalah pemulung dan pekerja pabrik. Sehingga, ia berharap tarif yang diberikan PT Jakpro tidak lebih besar dari Rp.150 ribu.
"Ya kalau kisaran mungkin 150 perbulan itu seharusnya paling besar. Karena penghasilan maaf aja yang namanya pemulung dan pekerja kasar pabrik--pabrik cuma Rp.1,5 juta," pungkasnya.