Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengatakan adanya partai politik baru yang terafiliasi jaringan terorisme. Mereka berusaha menyusup melalui penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Sudah ada perubahan strategi dari bullet ke ballot, dari peluru ke kotak suara. Ini adalah satu siasat jaringan-jaringan yang terafiliasi, termasuk kelompok intoleran, untuk bisa menjadi bagian dari pesta demokrasi, untuk masuk ke dalam system demokrasi kita,” tutur Boy Rafli dalam Dialog Kebangsaan di kanal YouTube Humas BNPT, Senin (13/3/2023).
Ia mengatakan pihaknya diminta untuk ikut menelusuri adanya indikasi partai politik anyar yang pengurusnya mempunyai hubungan dengan jaringan teroris.
“Makanya dalam verifikasi dan sebagainya, kami juga diminta klarifikasi dari masyarakat, ada partai-partai baru tertentu yang diindikasikan bahwa calon-calon pengurusnya ada afiliasi dengan jaringan teroris,"ungkapnya.
Boy Rafli enggan menyebutkan nama parpol yang dimaksudnya. Tetapi, sebagai penegasan, bahwa parpol tersebut tidak lolos verifikasi.
“Tidak lolos verifikasi. Karena kita sudah dapat informasi dari awal. Kami katakan, ada indikasi (terafiliasi dengan jaringan terorisme global)," ucapnya.
Baca Juga: Nah Loh, Pengacara Tetap Kekeuh Bermula dari Omongan APA Bikin Emosi Mario Dandy: Awal Ceritanya...
Saat ini sudah ada 18 partai politik yang lolos menjadi peserta Pemilu 2024. Sementara ada 16 parpol yang tak lolos verifikasi. Berikut ini partai politik yang tidak lolos:
1. Partai Berkarya
2. Partai Pelita
3. Partai Karya Republik (PAKAR)
4. Partai Demokrat Republik Indonesia
5. Partai Pandu Bangsa
6. Partai Pemersatu Bangsa
7. Partai Bhinneka Indonesia
8. Partai Masyumi
9. Partai Negeri Daulat Indonesia (Pandai)
10. Partai Reformasi
11. Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB)
12. Partai Demokrasi Republik Indonesia (PDRI)
13. Partai Kongres
14. Partai Reformasi
15. Partai Kedaulatan Rakyat
16. Partai Pergerakan Kebangkitan Desa (Perkasa)
Lihat Sumber Artikel di Suara.com Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Suara.com.
