Setelah berkuasa 10 Tahun menjadi presiden nasib SBY diambang ketidakpastian. Ia tidak punya sosok yang bisa melanjutkan program kerjanya.
Partai Demokrat yang ia andalkan menjadi kendaraan politik tak mampu mengusung calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres).
Perolehan suara Demokrat turun drastis pada Pemilu tahun 2014. Dari 20,81 persen di tahun 2009 menjadi 10,19 persen, kemudian semakin nyungsep menjadi 7,77 persen pada tahun 2019.
Hal ini membuat SBY tak bisa berkutik menyiapkan sosok penggantinya di kursi presiden. Alhasil, Demokrat hanya jadi penonton di dua Pilpres terakhir.
Mereka sama sekali tidak mengirimkan kadernya ke gelanggang Pilpres. Bahkan, Partai Demokrat terkesan setengah hati dalam menentukan sikap politiknya.
Pada Pilpres 2014, Demokrat memutuskan bersikap netral tidak masuk ke salah satu koalisi pasangan calon presiden, antara Prabowo-Hatta Rajasa atau Jokowi-Jusuf Kalla.
Baca Juga: Beda dengan Anies, PSI Akui Jokowi Berhasil Atasi Pandemi
Pada Pilpres 2019, Demokrat mendukung pasangan calon presiden Prabowo-Sandiaga Uno. Akan tetapi, dukungan Demokrat itu dinilai banyak pihak setengah hati.
Sebab, permintaan Demokrat agar Prabowo menggandeng Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon wakil presiden tak terwujud.
Akibat turbulensi politik di dua Pilpres terakhir itu membuat SBY dan Demokrat harus rela menjadi oposisi pemerintah selama 10 tahun.