Biografi Abdurrahman Wahid: Sosok Kiyai, Tokoh Politisi, dan Akademisi yang Menginspirasi

Biografi Abdurrahman Wahid: Sosok Kiyai, Tokoh Politisi, dan Akademisi yang Menginspirasi Kredit Foto: Flickr.com: World Economic Forum


Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren Cianjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU.

Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin.

Baca Juga: Natalius Pigai Klaim Dua Kepala Suku Sentani Ditahan Gegara Protes Pembangunan Stadion Papua Bangkit

Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman.

Karier yang dianggap `menyimpang`-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1983.

Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.

Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo.

Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994).

Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Sering kali pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang.

Gus Dur sebagai Presiden ke-4

Setelah jatuhnya era Soeharto, banyak partai politik baru terbentuk. Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU berharap pada Gus Dur untuk membentuk partai politik.

Pada Juli 1998, Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena menyadari bahwa partai politik merupakan satu-satunya cara untuk berjuang di dunia politik (pemerintahan).

Gus Dur akhirnya menyetujui pembentukan parpol yang kemudian diberi nama PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Beliau menjabat menjadi Ketua Dewan Penasihat.

Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan presiden. Kemudian pada Juni 1999 partai PKB beraliansi dengan PDIP dikarenakan tidak memiliki kursi mayoritas penuh.

Pada Juli, Amin Rais membentuk poros tengah yang berisi partai-partai politik muslim. Poros tengah ini mencalonkan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden. Hal ini tentu saja merubah komitmen terhadap PDI-P.

Pada 7 Oktober 1999, Gus Dur secara resmi dinyatakan sebagai calon presiden oleh Poros Tengah.

Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden.

Kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur.

Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Baca Juga: Awas Terkaget-kaget! Partai Ini Dukung MUI DKI Jadi Tukang Belain Anies Baswedan

Abdurrahman Wahid wafat dalam usianya yang ke 69 pada tanggal 30 Desember 2009 pukul 18.40 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Tampilkan Semua
Halaman

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover