Nah Lho.. Diduga Langgar Kode Etik Gegara Umbar Aktivitas Seksual AG dan Mario Dandy, KPAI Langsung Minta Hakim Sri Dibeginiin

Nah Lho.. Diduga Langgar Kode Etik Gegara Umbar Aktivitas Seksual AG dan Mario Dandy, KPAI Langsung Minta Hakim Sri Dibeginiin Kredit Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Hakim tunggal Sri Wahyuni Batubara yang menangani kasus penganiayaan David Ozora dengan terdakwa AG menyorot perhatian netizen imbas rekaman suara viral saat sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa hari yang lalu.

Rekaman suara itu sendiri berisi penjelasan Hakim Sri bahwa klaim pelecehan seksual yang dialami AG oleh David merupakan kebohongan belaka. Namun, ia juga menyebut bahwa wanita berusia 15 tahun itu sudah berhubungan badan dengan Mario Dandy Satriyo sebanyak lima kali.

Baca Juga: PDIP Tegas Tolak Politik Identitas, Djarot Saiful di Pelatihan Dakwah: Kita Harus Membangun Toleransi!

Akibat beredarnya rekaman suara tersebut, publik menjadi gempar dan melayangkan kritikan khususnya kepada AG karena statusnya yang masih di bawah umur. Menanggapi hal itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun ikut merespons.

KPAI sendiri meminta Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa Hakim Sri. Hal itu disampaikan oleh mereka dalam rekomendasi yang dikeluarkan terkait dengan peradilan yang dijalani oleh AG.

“Meminta KY untuk memeriksa hakim Sri Wahyudi Batubara (Hakim Anak PN Jakarta Selatan) secara etik terkait proses persidangan,” kata Anggota KPAI, Dian Sasmita, melalui keterangan tertulisnya pada Sabtu (15/4/2023).

Menurut Dian, pemeriksaan harus dilakukan karena secara etik, Hakim Sri dinilai melanggar prinsip dan hak dasar anak yang berkonflik dengan hukum tersebut. Pelanggaran itu terjadi saat ia membacakan pertimbangan dan menngungkap aktivitas seksual AG bersama Mario Dandy secara rinci di sidang terbuka.

Baca Juga: Jadi Salah Satu Kandidat Cawapres Dampingi Anies di Pilpres 2024, Mahfud MD Kasih Kode Bersedia? ‘Ya Baguslah..’

Hal itu dianggap bertentangan dengan kode etik serta pedoman perilaku hakim, yaitu berperilaku arif dan bijaksana. “Dampak dari pembacaan tersebut adalah meningkatnya frekuensi labelling pada anak,” pungkas Dian.

Selain itu, KPAI juga meminta Komisi Kejaksaan untuk memeriksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara AG karena tidak menyertakan hasil pemeriksaan psikologi forensik terhadap anak.

Lebih lanjut, KPAI meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran hak anak saat proses penyidikan di Polres Metro Jakarta Selatan dan membuat identitas sampai kehidupan AG terungkap ke publik.

“Sehingga menambah trauma pada anak. (Padahal) Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) berusaha keras untuk menjauhkan anak dari dampak buruk peradilan pidana,” tandasnya.

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover