Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai bahwa PDI Perjuangan mustahil bergabung dengan Koalisi Besar gabungan antara Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Meski saat ini Koalisi Besar belum terbentuk, Ujang meyakini koalisi tersebut punya skema yang berbeda dengan PDIP dalam menghadapi Pilpres 2024 terutama dalam menentukan capres dan cawapres.
Baca Juga: Blak-blakan Bandingkan Era SBY dan Jokowi, Omongan Jusuf Kalla: Kalau Sekarang Kebanyakan….
"Saya sih melihatnya agak sulit ya PDIP gabung ke Koalisi Besar seandainya koalisi itu terbentuk. Saat ini kan Koalisi Besar belum ada, maka saya ingin mengatakan bahwa PDIP punya skema sendiri, Koalisi Besar juga," kata Ujang saat dikonfirmasi Populis.id, Senin (17/4/2023).
Apalagi jika PDIP memaksakan kehendak untuk meminta posisi calon presiden ketika hendak bergabung dengan Koalisi Besar. Hal ini tentunya akan sulit diterima oleh partai-partai peserta Koalisi Besar lainnya.
"Kalau PDIP-nya mematok sebagai capres sebagai RI satu ya tentu koalisi besar yang akan di bentuk nanti gitu ya akan sulit menerima PDIP tersebut," ujarnya.
Apalagi, Koalisi Besar ini diyakini sebagai koalisi alternatif yang dibentuk akibat kekecewaan Presiden Joko Widodo terhadap PDIP. Hal ini tidak terlepas dari adanya penolakan keikutsertaan timnas Israel dalam gelaran Piala Dunia U-20.
"Oleh karena itu saya lihat agak berat ya agak sulit ya jika PDIP bergabung dengan Koalisi Besar seandainya Koalisi Besar terbentuk. Terbentuk ya itu karena salah satunya juga ingin menyindir PDIP," ucapnya.
Sebagaimana penolakan itu sempat muncul dari sejumlah kader ternama PDIP, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan koster.
"Karena Jokowi merasa tertampar oleh PDIP, karena menolak kebijakan Jokowi terkait dengan penyelengaraan U-20 yang di tolak dengan PDIP, oleh Ganjar dan Wayan Koster," pungkasnya.