Pakar hukum tata negara, Refly Harun soroti Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang belum menyerah mencoba mengambil alih Partai Demokrat. Padahal, sudah kalah 16 kali dan Moeldoko masih terus mengajukan PK untuk merebut Partai Demokrat.
Ia menyebut apa yang dilakukan oleh Moeldoko sudah menuai kritik keras sejak lama. Hal ini tidak ada kaitan dengan langkah penjegalan Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024.
"Apa yang dilakukan Moeldoko tidak pantas, maka saya mengkritik, jauh sebelum ada fenomena Anies dan lain-lain. Ketika kasus ini pertama kali muncul saya termasuk yang mengkritik, tidak punya kepentingan apa-apa," kata Refly, Selasa (9/5/2023).
Baca Juga: Momen Ganjar Suwon ke Habib Luthfi, Dapat Wejangan Hingga Beri Pesan Ini
Untungnya, ia mengingatkan, kala itu Kemenkumham mendengarkan suara rakyat. Kondisi serupa sebenarnya terjadi pula di PPP dalam kasus Djan Faridz vs Romi maupun di Golkar dalam kasus Bakrie vs Agung Laksono.
Dalam kasus PPP, Romi dimenangkan, sedangkan dalam kasus Partai Golkar dimunculkan sosok baru bernama Setya Novanto. Refly mengaku prihatin, semua itu menunjukkan begitu mudah partai politik kita diobok-obok.
Tidak cuma Partai Demokrat, kondisi itu dapat dilakukan kepada partai-partai senior seperti PPP. Bahkan, dapat dilakukan kepada parpol sebesar Partai Golkar yang sebenarnya cukup mapan dan selalu jadi yang teratas.
"Kita mengatakan apa yang dilakukan Moeldoko itu salah, keliru dan lain sebagainya bukan karena demi Anies, ini demi demokrasi, karena demokrasi itu salah satunya free competition, open competition," ujar Refly.
Lihat Sumber Artikel di Republika Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Populis dengan Republika.